Hukum Menjual Daging Hewan Kurban, Apakah Boleh?

Dany GarjitoVita Suara.Com
Kamis, 30 Juli 2020 | 10:35 WIB
Hukum Menjual Daging Hewan Kurban, Apakah Boleh?
Petugas panitia hewan kurban memasukkan daging sapi ke besek bambu di Masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu (11/8). [Suara.com/Arya Manggala]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hari ini sudah memasuki tanggal 9 Dzulhijjah yang berarti besok sudah masuk ke tanggal 10 Dzulhijjah maka seluruh umat muslim akan merayakan Idul Adha. Seperti yang sudah diketahui jika pada hari raya Idul Adha maka waktunya bagi umat muslim yang mampu dapat berkurban. Hewan kurban yang telah disembelih, maka dagingnya akan dibagikan. Lalu apakah daging kurban boleh dijual? Berikut hukum menjual daging kurban!

Melansir dari NU Online, jika menjual hewan kurban jelas hukumnya mubah, lalu bagaimana jika menjual daging kurban?

Syekh Sa'id bin Muhammad Ba'asyin dalam karyanya Busyral Karim Bisyarhi Masa'ilit Ta'lim. Al-Bulqini sangsi perihal lemak hewan kurban. Berdasar pada qiyas, tidak cukup membagikan paket kurban berupa lemak seperti keterangan di kitab Tuhfah.

Sementara orang dengan kategori fakir boleh mendayagunakan daging kurban seperti menjualnya atau transaksi selain jual-beli kepada orang muslim.

Baca Juga: Saran WHO Untuk Pelaksanaan Kurban: Hindari Menyembelih di Rumah

Berbeda dengan orang kaya yang menerima daging kurban, orang kaya boleh mendayagunakan daging itu hanya untuk dikonsumsi, disedekahkan kembali, atau menjamu tamunya. Karena kedudukan tertinggi dari orang kaya sejajar dengan orang yang berkurban.

Hewan kurban yang dijajakan pedagang di kawasan Gunung Putri Kabupaten Bogor. [Suara.com/Bagaskara]
Hewan kurban yang dijajakan pedagang di kawasan Gunung Putri Kabupaten Bogor. [Suara.com/Bagaskara]

Bagi orang miskin atau fakir, mereka tidak memiliki tuntutan sebagaimana orang kaya, jika mendapatkan daging kurban boleh menjual kepada orang lain sesuai yang diungkapkan oleh Habib Abdurrahman Ba'alawi yang berarti:

"Bagi orang fakir boleh menggunakan (tasharruf) daging kurban yang ia terima meskipun untuk semisal menjualnya kepada pembeli, karena itu sudah menjadi miliknya atas barang yang ia terima. Berbeda dengan orang kaya. Ia tidak boleh melakukan semisal menjualnya, namun hanya boleh mentasharufkan pada daging yang telah dihadiahkan kepada dia untuk semacam dimakan, sedekah, sajian tamu meskipun kepada tamu orang kaya. Karena misinya, dia orang kaya mempunyai posisi seperti orang yang berqurban pada dirinya sendiri. Demikianlah yang dikatakan dalam kitab At-Tuhfah dan An-Nihayah." (Lihat Bughyatul Mustarsyidin, Darul Fikr, halaman 423)

Jika daging kurban boleh dijual bagi mereka yang fakir, lalu bagaimana jika kulit dan kepala hewan kurban dijual?

Melansir dari NU Online, Imam Nawawi dalam madzhab Syafi'i mengatakan bahwa menjual hewan kurban yang meliputi daging, kulit, tanduk dan rambut semuanya dilarang. Begitu pula menjadikan sebagai upah para penjagal.

Baca Juga: Hukum Memberikan Daging Kurban Idul Adha untuk Umat Agama Lain

"Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi'i dan para pengikutnya mengatakan, tidak boleh menjual apapun dari hadiah (al-hadyu) haji maupun kurban baik berupa nadzar atau yang sunah. (Pelarangan itu) baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya. Dan juga dilarang menjadikan kulit dan sebagainya itu untuk upah bagi tukang jagal. Akan tetapi (yang diperbolehkan) adalah seorang yang berkurban dan orang yang berhadiah menyedekahkannya atau juga boleh mengambilnya dengan dimanfaatkan barangnya seperti dibuat untuk kantung air atau timba, muzah (sejenis sepatu) dan sebagainya." (Lihat Imam Nawawi, Al-Majmu', Maktabah Al-Irsyad, juz 8, halaman 397

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI