Koalisi Sipil Desak Prabowo Batalkan Pembelian Pesawat Tempur Bekas

Rabu, 29 Juli 2020 | 15:56 WIB
Koalisi Sipil Desak Prabowo Batalkan Pembelian Pesawat Tempur Bekas
Gaya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat jajal Rantis Maung (Twitter)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pada 10 Juli 2020, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengirimkan surat resmi kepada Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner yang menyatakan ketertarikan Indonesia untuk membeli 15 pesawat tempur jenis Eurofighter Typhoon guna memperkuat alutsista TNI. Namun, pesawat yang akan dibeli bukanlah armada baru, melainkan bekas pakai Angkatan Bersenjata Austria.

Menyikapi hal itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak Prabowo Subianto untuk menghentikan rencana pembelian 15 pesawat tempur bekas milik militer Australia tersebut.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari, Indonesian Corruption Watch (ICW), Imparsial, SETARA Institute, KontraS, Public Virtue Institute, ELSAM, PILNET Indonesia, LBH Jakarta, PBHI, dan Human Rights Working Group (HRWG).

Pasalnya pesawat tempur bekas Australia itu berpotensi besar menimbulkan masalah baru di masa mendatang.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Transparan Soal Pembelian Pesawat Jet

"Ide pembelian tersebut akan mengulangi kesalahan di masa lalu, dimana pengadaan alutsista bekas menimbulkan masalah akuntabilitas anggaran pertahanan. Dan yang lebih berbahaya lagi adalah penggunaannya oleh prajurit TNI menghadapi risiko terjadi kecelakaan," kata Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri dalam siaran pers, Rabu (29/7/2020).

Menurut Gufron, usia pesawat yang sudah memasuki hampir 20 tahun itu akan lebih memboroskan anggaran jika dibandingkan dengan mengadakan pesawat baru.

Bahkan, Pemerintah Austria dikabarkan berniat mempurnatugaskan seluruh armada Eurofighter Typhoon pada tahun 2017.

Pesawat yang dibuat pada 2002 itu menurut pernyataan Pemerintah Austria sudah memasuki masa inefisiensi dalam pengoperasiannya. Kemenhan tidak memiliki alasan yang memadai untuk membeli pesawat tersebut, baik dari aspek teknis-yuridis, aspek teknis-operasional pesawat, termasuk menimbang efisiensi anggaran negara.

"Jika rencana pembelian ini direalisasikan, maka ada potensi Pemerintah Indonesia harus mengeluarkan anggaran yang lebih besar untuk mengoperasikan dan merawat pesawat tersebut," ujarnya.

Baca Juga: ICW Kecam Rencana Prabowo Borong Jet Tempur Bekas

Menurut Pemerintah Austria sendiri, jika mereka tetap mengoperasikan pesawat itu hingga usianya habis, mereka akan mengeluarkan kurang lebih Euro 5 miliar, dibandingkan jika mereka membeli pesawat baru yang dapat memberikan nilai efisiensi sebesar Euro 2 miliar.

Secara teknis, umur pesawat secara umum adalah antara 25-30 tahun. Sementara usia Typhoon sudah memasuki 20 tahun.

Imparsial menilai, Indonesia terkesan menjadi negara pasar alutsista bekas karena kerapkali membeli barang bekas dari negara lain.

Jika menghitung kembali dengan nilai efisiensi alat yang dibeli, tentu Indonesia akan lebih mendapatkan manfaat besar apabila membeli pesawat tempur baru yang dibutuhkan untuk kepentingan melindungi udara Indonesia dari potensi gangguan.

Sebagai catatan, pengadaan pesawat tempur Eurofighter Typhoon juga tersangkut isu dugaan suap dan kritik tajam di dalam negeri Austria sendiri.

Pada tahun 2017, Pemerintah Austria melayangkan gugatan kepada Airbus ke Pengadilan Munich, Jerman, atas dugaan suap yang dilakukan perusahaan pembuat pesawat tempur Eurofighter Typhoon ini kepada pejabat Austria.

Pemerintah Austria menyatakan terdapat kerugian sebesar 1,1 miliar euro dari total kontrak pembelian sebesar hampir 2 milliar euro.

Kasus ini berakhir dengan adanya kewajiban Airbus untuk membayar denda sebesar 81,35 juta euro. Tidak hanya itu, Airbus juga disebutkan masih menghadapi proses hukum berkait dengan dugaan penipuan dan korupsi di Pengadilan Austria.

Kami juga memandang, bahwa rencana pembelian pesawat tempur bekas Eurofighter Typhoon berpotensi terjadi penyimpangan akibat tidak adanya standar harga yang pasti.

Transparency International dalam survei ‘Government Defence Anti-Corruption Index 2015’ menunjukkan risiko korupsi di sektor militer/pertahanan di Indonesia masih tergolong tinggi.

Dalam survei tersebut, risiko korupsi sektor militer/pertahanan di Indonesia masih tergolong tinggi dengan nilai D, setara dengan negara-negara seperti Namibia, Kenya, dan Bangladesh.

Lebih jauh, setiap pengadaan alutsista harus dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam UU No. 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Dalam hal ini, pengadaan alutsista baru hendaknya lebih dipertimbangkan dengan dibarengi mekanisme offset atau transfer teknologi.

Selain itu, Kementerian Pertahanan harus fokus pada kemandirian industri pertahanan sehingga pengadaan alutsista harusnya memprioritaskan pembelian dari dalam negeri.

Oleh karena itu, Koalisi mendesak Menteri Pertahanan untuk membatalkan rencana pembelian pesawat tempur Eurofighter Typhoon bekas dari Austria.

Serta mendesak Komisi I DPR untuk menolak rencana pembelian pesawat tempur bekas milik Austria yang sarat akan problem korupsi.

"Pemerintah membuka rencana pembelian alutsista secara transparan dan akuntabel," imbuhnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI