Suara.com - Aparatur Sipil Negara (ASN) dinilai rentan terpapar penyakit menular dan tidak menular, karena sebagian besar waktu yang mereka habiskan di kantor, yaitu selama 8 jam. Hal itu membuat Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) merasa perlu untuk menyusun Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Kepala Biro Biro Sumber Daya Manusia dan Umum, Mety Susanty memaparkan, ada beberapa hal yang mendasari perlunya diterapkan SMK3 di Kemendes PDTT. Walau demikian, implementasi aspek K3 di Kemendes PDTT masih sangat parsial dan kurang terintegrasi.
"Oleh karena itu, untuk memayungi kebijakan tersebut diterbitkanlah Keputusan Mendes PDTT Nomor 55 tahun 2020 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja," kata Mety.
Ia memaparkan, ada empat aspek yang perlu diperhatikan dalam manajamen K3. Pertama, aspek keselamatan, yang berisi hal-hal yang perlu dimitigasi untuk melindungi pegawai saat bekerja, seperti seperti infrastruktur, tata kerja dan lain-lain.
Baca Juga: Pada 2020, Kemendes PDTT Bakal Digitalisasi 10.629 Badan Usaha Milik Desa
Kedua, aspek kesehatan, bersisi pengaturan terkait standar kesehatan pegawai dan kesehatan mental yang akan diwujudkan dalam bentuk Employee Assistance Programe (EAP), yaitu bantuan profesional yang akan menangani masalah psikologis di lingkungan kerja.
Ketiga, aspek kesehatan lingkungan kerja, yang mengatur lingkungan kerja pegawai agar sesuai dengan standar peraturan. Terakhir, aspek ergonomi, yang mengatur tentang hubungan antara pegawai dengan alat-alat kerjanya seperti meja, kursi dan standar-standarnya.
“Ini baru permulaan. Kesuksesan implementasi K3 di Kemendes PDTT perlu sinergi berbagai pihak, terutama kesadaran pegawai di kementerian ini. Untuk lebih jelasnya, silakan akses dokukmen ke Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kemendesa, https://jdih.kemendesa.go.id," pungkasnya.