KPK Telisik Penyelewengan Bansos dari Pengadaan Barang dan Jasa

Rabu, 29 Juli 2020 | 02:05 WIB
KPK Telisik Penyelewengan Bansos dari Pengadaan Barang dan Jasa
Bansos virus corona (ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Tim Jaga KPK Humam Faiq mengatakan ada peningkatan anggaran di APBN untuk penanganan Covid-19 yang awalnya dialokasikan semula Rp 405 triliun menjadi Rp 677 Triliun.

Adapun penyaluran bansos masuk kategori perlindungan sosial yakni sebesar Rp 262,77 triliun. Penyaluran bansos tersebut terdiri dari program keluarga harapan (PKH), Bansos Jabodetabek, Bansos non Jabodetabek, prakerja, diskon listrik, logistik pangan sembako, BLT dana desa dan cadangan perluasan.

"Di pemerintah pusat ada peningkatan di APBN untuk penanganan Covid awalnya Rp 405 kemudian meningkat menjadi Rp 677 Triliun," ujar Humam Faiq dalam diskusi virtual bertajuk 'Buka-bukaan Soal Dana Bansos', Selasa (28/7/2020).

Kemudian APBD kata Humam juga mengalami refocusing anggaran sebesar Rp 67,32 triliun.

Baca Juga: Bansos Beras Corona dari Jokowi di Gresik Diduga Dikorupsi

"Sebenarnya data ini akan terus berubah sampai sekarang tapi pada saat itu diberikan data bahwa nilai penanganan kesehatan itu totalnya Rp 26,4 triliun, penanganan dampak ekonomi Rp 15,2 triliun dan jaringan pengaman sosial Rp 25,7 triliun," ucap dia.

Tak hanya itu, Humam menyebut ada titik krusial penganggaran dalam penyaluran bansos dari APBD.

Kata Humam, dari 270 Pilkada Daerah, 37 yang menyelenggarakan Pilkada daerah diantaranya baru menganggarkan jaring pengaman sosial di atas 8 persen.

"Titik krusial penganggarannya dari 270 Pilkada daerah yang menyelenggarakan Pilkada, 37 daerah yang di antaranya menganggarkan jaringan pengaman sosial di atas 8 persen ini mulai ada pertanda (Korupsi)," ucap dia.

Kemudian titik krusial penganggaraan yakni adanya kepala daerah yang kembali mencalonkan kembali, berpotensi akan menaikkan anggaran di jaring pengaman sosial antara 30 persen sampai 88 persen.

Baca Juga: KPK Terima 824 Aduan Bansos Corona, Paling Banyak di Jakarta

"Daerah Pilkada yang memiliki potensi petahana yang maju kembali menjadi yang bupati atau walikota yaitu yang masih pencalonan biasanya di jaring Pengaman Sosial untuk Bansosnya itu range anggarannya dibesarkan antara 30 persen sampai 88 persen. Dari 100 persen dari Dana Desa berpotensi dialokasikan sejumlah 29,8 persennya untuk BLT," kata dia.

Tak hanya itu, Humam mengidentifikasi ada potensi penyelewengan bansos yakni pengadaan barang dan jasa, sumbangan filantropi, penggangaran dan penyaluran bansos.

"Pengadaan barang dan jasa bisa kolusi dengan penyedia barang, harga di mark up, sudah ada konflik kepentingan, sumbangan filantropi yang fidak dicatat, penyaluran bantuan berpotensi karena tidak dicatat, koordinasi antar pemerintah pusat daerah dan masyarakat yang masih kurang. Proses realokasi tidak sesuai prosedur, realokasi tidak ada dasarnya. Kemudian penyalahgunaan kewenangan, benturan kepentingan," ucap Humam.

Kemudian juga KPK menyoroti tidak ada pemutakhiran DTKS saat penyaluran bansos.

"Data DTKS tidak update, paling terakhir data DTKS pemutakhiran tahun 2015, sehingga sudah 5 tahun belum ada proses pemutakhiran data, apakah keluarga yang masih tinggal di tempat tersebut dan kriteria data non DTKS terlalu luas, penyaluran tidak sesuai jumlahnya serta pengawasan yang kurang," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI