Suara.com - Korea Utara pada Selasa (28/7/2020) menerapkan langkah pencegahan COVID-19 yang lebih ketat setelah mengunci kota perbatasan Kaesong di mana kasus pertama virus corona terkonfirmasi di negara itu.
Kantor Berita Korut, KCNA, melaporkan langkah karantina yang ketat dan penyaringan distrik sedang berlangsung, juga alat tes, pakaian pelindung (APD) serta peralatan medis langsung dipasok.
Langkah itu diterapkan menyusul status darurat yang diumumkan Pemimpin Korut Kim Jong Un pada Minggu (26/7/2020), setelah seseorang yang diduga terinfeksi virus corona kembali dari Korea Selatan.
Menurut pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dikutip Reuters, Senin (27/7/2020), Korut melaporkan, hingga 16 Juli, 1.211 orang telah dilakukan tes COVID-19 dan semua hasilnya negatif. Dalam laporan itu, disebutkan 696 warga negara sedang menjalani karantina.
Baca Juga: Kim Jong-un Pimpin Rapat Darurat Usai Ada Dugaan Kasus Covid-19 di Korut
WHO menambahkan, peralatan yang untuk memfasilitasi 1.000 tes sudah tiba di Korut. Selain itu, terdapat 15 laboratorium rujukan COVID-19 di negara itu.
Korut memiliki sistem pelayanan kesehatan terbatas dengan rumah sakit yang minim obat-obatan, listrik, juga air. Korut sudah lama bergantung pada WHO untuk mendapatkan obat-obatan sebab sanksi terhadap negara itu mempersulit impor.
Dalam sebulan terakhir, Korut telah menerima alat tes dan alat pelindung dari WHO dan sejumlah negara, seperti Rusia. Namun beberapa di antaranya tertahan di perbatasan akibat pembatasan yang diterapkan sendiri oleh negara tersebut.
Pada awal Juli Korut mengumumkan telah memulai uji klinis awal calon vaksin COVID-19. Namun pernyataan tersebut diragukan para ahli.
Choi Jung-hun, mantan dokter Korut yang membelot ke Korsel pada 2012, mengatakan negara pimpinan Kim Jong Un mengalami krisis teknologi atau laboratorium untuk mengembangkan vaksin COVID-19.
Baca Juga: Kim Yo Jong: Selama AS Tak Sentuh Korut, Semuanya Akan Berjalan Normal
"Korea Utara bahkan tidak mampu menguji orang, baru bisa tiga atau empat bulan belakangan," kata Choi, yang kini menjadi peneliti di Universitas Korea.
"Tak ada alasan bagi mereka untuk mengklaim bahwa mereka sedang mendata partisipan untuk uji klinis manusia vaksin COVID-19." (Antara)