Suara.com - Mudahnya koruptor lalu lalang di Indonesia menjadi tamparan keras bagi penegak hukum. Kasus Djoko Tjandra menunjukkan bahwa Badan Intelijen Negara tidak memiliki kemampuan dalam melacak keberadaan koruptor kelas kakap tersebut.
Mulai dari masuk ke yurisdiksi Indonesia, mendapatkan paspor, membuat KTP elektronik hingga mendaftarkan Peninjauan Kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membuktikan bahwa instrumen intelijen tidak bekerja secara optimal.
Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak tahun 1996 hingga 2020 terdapat 40 koruptor yang hingga saat ini masih buron.
Lokasi yang teridentifikasi menjadi destinasi persembunyian koruptor diantaranya; New Guinea, China, Singapura, Hong Kong, Amerika Serikat dan Australia.
Nilai kerugian akibat tindakan korupsi para buron tersebut pun terbilang fantastis, yakni sebesar Rp 55,8 triliun dan 105,5 juta dolar AS.
Baca Juga: Jokowi: Terlalu Banyak Birokrasi, Kita Terjebak Aturan Sendiri
Lebih spesifik lagi, institusi penegak hukum yang belum mampu menangkap buronan koruptor antara lain kejaksaan sebabyak 21 orang, kepolisian 13 orang, dan KPK 6 orang.
Berpegang pada pengalaman sebelumnya, BIN sempat memulangkan dua buronan kasus korupsi, yakni Totok Ari Prabowo, mantan Bupati Temanggung yang ditangkap di Kamboja pada tahun 2015 lalu dan Samadikun Hartono di Cina pada tahun 2016.
"Saat ini praktis di bawah kepemimpinan Budi Gunawan tidak satu pun buronan korupsi mampu dideteksi oleh BIN," kata Wana Alamsyah, peneliti ICW dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Selasa (28/7/2020).
Wana menjelaskan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara telah mendefinisikan bentuk ancaman yang menjadi tanggung jawab kelembagaan BIN, salah satunya adalah ekonomi nasional. Sehingga mendeteksi keberadaan buronan kasus korupsi dan menginformasikan kepada penegak hukum merupakan satu dari rangkaian tugas lembaga intelejen tersebut.
Terlebih lagi, Pasal 2 huruf d jo Pasal 10 ayat (1) UU a quo juga menjelaskan perihal koordinasi dan fungsi intelejen dalam negeri dan luar negeri.
Baca Juga: Jokowi: Semua Harus Tahu, China-Amerika Semakin Memanas
"Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa pencarian serta sirkulasi informasi dari BIN belum menunjukkan hasil yang maksimal," ujarnya.