Suara.com - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi Bangka Belitung (Babel) dalam melakukan rehabilitasi lahan kritis pascatambang di Babel.
Selain itu, politisi Partai Nasdem ini juga mendukung upaya Gubernur Babel Erzaldi Rosman dalam menanam kembali lahan dengan mangrove dan jambu mete.
Apresiasi tersebut disampaikan Siti Nurbaya saat berkunjung ke Provinsi Babel dalam rangkaian agenda kerja yang dilakukan sejak Senin hingga Selasa (27-28/7/2020).
"Beliau telah berupaya untuk melestarikan lingkungan agar Babel hijau kembali, memang tidak mudah melakukan ini. Apalagi Babel daerah tambang timah, namun sebagai pemimpin, gubernur telah berbuat untuk melindungi hutan," ujar Siti Nurbaya di Kafe Tung Tau di Jalan Soekarno Hatta Kampung Silo, Selasa (28/7/2020) pagi.
Baca Juga: 100 Ha Lahan Pasca-Tambang PT Timah di Babel Dibiarkan Rusak
Dalam kesempatan tersebut, Siti juga menjelaskan fungsi vital mangrove yang menjadi salah satu tanaman untuk menahan laju emisi karbon.
"Intinya mangrove itu adalah 'resources' besar di dunia, itu ada di Indonesia, dan sekarang menjadi perhatian. Karena, terkait dengan emisi karbon. Mangrove tempat terbaik bersama dengan gambut untuk menahan emisi karbon," katanya.
Selain itu, dia mengatakan, pemerintah pusat telah melakukan kerja sama dengan Jerman dan negara-negara di Asia yang mendukung program untuk mangrove. Tak hanya itu, dia juga mengemukakan, keseriusan pemerintah pusat dalam persoalan reklamasi lahan tambang.
"Saya melihat Pak Gubernur telah mengambil langkah-langkah yang sangat positif di dalam penanaman reklamasi bekas tambang dengan tanaman mangrove dan jambu mete. Tadi telah kami diskusikan, konteksnya adalah persoalan reklamasi tambang. Ini adalah hal yang cukup serius pada saat ini. Sedang dipersiapkan rancangan peraturan presiden tentang penanganan pasca tambang dan saya minta dalam waktu dekat referensi dari Pak Gubernur," katanya.
Dia juga menilai, Provinsi Babel bisa melejit dengan cepat setelah mendapat dukungan pemerintah pusat terutama dari sektor kehutanan dan lingkungan dalam penanganan pascatambang.
Baca Juga: Kejati Babel Tetapkan 1 Pejabat PT Timah Jadi Tersangka Kasus Terak
"Sektor ini tanggung jawab saya, tentu saya akan bantu Pak Gubernur," ujarnya.
Merespon pernyataaan Siti, Gubernur Erzaldi menyampaikan apresiasi serta dukungan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam merehabilitasi lahan eks tambang di Babel.
"Terkait rehabilitasi lahan kritis ekstambang, kami pilih tanaman mangrove dan jambu mete, karena itu memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat. Jambu mete harga jual mahal, sedangkan mangrove akan kami jadikan lahan budi daya kepiting bakau. Pangsa pasarnya terbuka lebar, dan Ibu Siti Nurbaya sangat setuju apa yang kami lakukan ini," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Babel mencatat sebanyak 1.053.253,19 hektare lahan di Babel rusak dengan kondisi kritis atau 64,12 persen dari luas daratan. Kerusakan hutan terparah berada di Pulau Bangka yakni 810.059,87 hektar (76,91) persen dari daratan Babel.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Babel Jessix Amundian mengatakan, aktivitas tambang timah telah menyebabkan lingkungan baik ruang darat dan pesisir laut di provinsi kepulauan tersebut menjadi rusak dan sangat memprihatinkan. Babel telah kehilangan lahan produktif seluas 320.760 hektar dalam waktu 10 tahun.
"Di sisi lain, negara dirugikan dari kegiatan industri ekstraktif sumber daya alam di pertambangan timah ini. Dari tahun 2004-2014, ICW mencatat kerugian negara dari timah sebesar 68 triliun rupiah dari pajak, biaya reklamasi, royalti, pajak ekspor dan penerimaan non pajak akibat dari tata kelola yang buruk," ujar Jessix dalam rilis yang diterima pada Selasa (21/7/2020).
Jessix mengungkapkan, berdasarkan laporan DIKPLHD Babel pada Tahun 2019, kualitas air di 11 sungai yang berada di wilayah kepulauan bangka belitung tidak memenuhi standar baku mutu badan air kelas II dengan kategori tercemar ringan dan berat. Tercemarnya air ini jelas membahayakan lingkungan dalam jangka yang panjang.
Kontributor : Wahyu Kurniawan