Gagal Deteksi Djoko Tjandra, Jokowi Didesak Copot Kepala BIN Budi Gunawan

Selasa, 28 Juli 2020 | 13:45 WIB
Gagal Deteksi Djoko Tjandra, Jokowi Didesak Copot Kepala BIN Budi Gunawan
Kepala BIN Jenderal Polisi Budi Gunawan menemani Presiden Jokowi di TKP Bom Kampung Melayu, Jakarta Timur. [Dok BIN]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Joko Widodo agar mengevaluasi kinerja Badan Intelijen Negara (BIN) yang di komandoi Jenderal Budi Gunawan.

Evaluasi itu diminta ICW lantaran BIN dianggap gagal untuk mendeteksi jejak buronan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra yang sempat masuk ke Indonesia.

"Presiden Joko Widodo harus segera mengevaluasi kinerja Kepala BIN, Budi Gunawan, karena terbukti gagal dalam mendeteksi buronan kasus korupsi, Djoko Tjandra, sehingga yang bersangkutan dapat dengan mudah berpergian di Indonesia," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhan melalui keterangan tertulis yang dikutip Suara.com, Selasa (28/7/2020).

Kurnia mengatakan mudahnya Djoko Tjandra keluar-masuk di wilayah Indonesia menjadi pukulan bagi aparat penegak hukum. Selama berada di Indonesia, Joker julukan Djoko Tjandra telah membuat KTP elektronik hingga mendaftarkan Peninjauan Kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Baca Juga: Jokowi: Ekonomi Global Penuh dengan Ketidakpastian

Dia pun menilai, BIN juga telah kecolongan dengan tidak terendusnya jejak Djoko Tjandra di Tanah Air.

"Mudahnya koruptor lalu lalang di Indonesia menjadi tamparan keras bagi penegak hukum. Kasus Djoko Tjandra menunjukkan bahwa Badan Intelijen Negara tidak memiliki kemampuan dalam melacak keberadaan koruptor kelas kakap," kata dia.

"Membuktikan bahwa instrumen intelijen tidak bekerja secara optimal," imbuhnya

Dalam catatan ICW sejak tahun 1996 sampai 2020, terdapat 40 koruptor perampok uang negara kekinian masih berstatus buronan. Menurut Kurnia, para buronan koruptor itu hanya bersembunyi di negara-negara seperti New Guinea, Cina, Singapura, Hong Kong, Amerika Serikat dan Australia.

"Nilai kerugian akibat tindakan korupsi para buron tersebut pun terbilang fantastis, yakni sebesar Rp 55,8 triliun dan USD 105,5 juta," ucap Kurnia.

Baca Juga: ICW Kecam Rencana Prabowo Borong Jet Tempur Bekas

Dari data ICW, institusi penegak hukum yang belum mampu menangkap buronan koruptor di antara adalah Kejaksaan Agung (sebanyak 21 orang), Polri (13 orang), dan KPK enam orang.

Menurut Kurnia, seharusnya BIN turut bertanggung jawab atas para buronan koruptor yang mencuri uang negara. Apalagi, sampai kabur meninggalkan Indonesia.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara telah mendefinisikan bentuk ancaman yang menjadi tanggung jawab kelembagaan BIN, salah satunya adalah ekonomi nasional.

"Sehingga mendeteksi keberadaan buronan kasus korupsi dan menginformasikan kepada penegak hukum merupakan satu dari rangkaian tugas lembaga intelejen," tegas Kurnia

Merujuk pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Petikan Tahun Anggaran 2020, negara memberikan alokasi anggaran kepada BIN sebesar Rp 7,4 triliun yang mana Rp 2 triliun diantaranya digunakan untuk operasi intelijen luar negeri.

Selain itu, terdapat alokasi anggaran sebesar Rp1,9 triliun untuk modernisasi peralatan teknologi intelijen.

"Besarnya anggaran yang diterima dengan masih banyaknya jumlah buronan yang berkeliaran tidak linear dengan kinerja BIN," ucap Kurnia.

Maka itu, ICW meminta Jokowi memberi peringatan keras kepada Budi Gunawan bila pihak intelijen mendapat informasi mengenai buronan koruptor masuk Indonesia, segera memberikan informasi kepada institusi penegak hukum maupun negara.

"Presiden Joko Widodo segera memberhentikan Kepala BIN, Budi Gunawan, jika dikemudian hari ditemukan fakta bahwa adanya informasi intelijen mengenai koruptor yang masuk ke wilayah Indonesia namun tidak disampaikan kepada Presiden dan penegak hukum," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI