Aktivis Ini Ungkap Perbedaan Perlakuan Polisi Saat Tangkap Orang

Jum'at, 24 Juli 2020 | 20:36 WIB
Aktivis Ini Ungkap Perbedaan Perlakuan Polisi Saat Tangkap Orang
Ilustrasi penangkapan. (Foto: AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aktivis mahasiswa, Muhammad Hisbun Payu alias Iss, merasakan betul perbandingan perlakuan aparat polisi ketika menangkap orang berdasarkan ketenaran. Menurutnya perlakuan aparat bakal lebih buruk apabila orang yang ditangkapnya bukan dari kalangan yang cukup dikenal publik.

Dua kali sudah ia merasakan ditangkap oleh pihak kepolisian. Pengalaman yang pertama kali ialah ketika ia dituduh terlibat merusak fasilitas PT Rayon Utama Makmur di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Ia ditangkap di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan pada 2018 lalu. Saat itu polisi yang bertugas sama sekali tidak membawa surat penangkapan.

"Awal aku dipenjara itu kurang ajar banget bahkan tidak ada surat penangkapan, apa semua tidak ada," kata Iss dalam sebuah diskusi bertajuk "Cerita di Balik Penjara" yang disiarkan langsung melalui akun YouTube Pembebasan Nasional, Jumat (24/7/2020).

Baca Juga: Penangkapan Catherine Wilson Berdasarkan Laporan Masyarakat

Iss diboyong dari Jakarta ke Semarang, Jawa Tengah dengan posisi tangan diborgol ke belakang. Selama tujuh jam perjalanan, borgolnya tidak pernah dilepas sehingga mengakibatkan lengannya lecet.

"Di jalan itu kan tangan diborgol, itu tidur luar biasa sakitnya karena borgol kalau semakin ditekan sakit ya tangan aku sampai lecet-lecet tanganku dulu," ujarnya.

Setibanya di Polda Jawa Tengah, Iss juga mengalami dipersulit untuk menemui kuasa hukum. Bahkan pihak dari kepolisian merayu Iss untuk tidak menggandeng Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang dengan menawarkan akan memudahkan kasus yang bersangkutan.

Tetapi, Iss jelas menolaknya. Ia sangat memahami cara itu karena hanya untuk mempersulitnya.

"Jadi dibujuk oleh salah satu penyidik aku masih hapal namanya pak Askolani dari Polres Sukoharjo, itu dia bilang kalau bisa kamu enggak usah pake LBH Semarang, nanti kasusmu akan kami bantu bla, bla, bla," kata mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta tersebut.

Baca Juga: Oknum Polisi Diberhentikan Setelah Injak Leher Warga saat Penangkapan

Pengalaman yang ia rasakan pertama kali itu cenderung sangat berbeda ketika ia kembali ditangkap pada Maret 2020. Saat itu Iss dituduh menulis ujaran kebencian kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Twitter.

Nama Iss saat ditangkap untuk yang kedua kalinya itu mulai terkenal karena kerap muncul di pemberitaan media. Karena itu pula ia merasakan perbedaan perlakuan polisi kepadanya.

"Ketika kedua kali aku ditangkap dengan posisi waktu itu, setidaknya ada lah sedikit tahu orang-orang tentang aku mengingat bantuan dari kawan-kawan jurnalis waktu itu terus memberitakannya," ujarnya.

Bahkan ketika ditangkap, Iss mendapatkan perlakuan yang baik oleh aparat polisi yang menangkap. Lengannya sudah tidak lagi diborgol bahkan hingga ditawari rokok lengkap dengan menunjukkan surat penangkapan dan surat tugas.

Merasakan bedanya perlakuan polisi saat menangkap orang berdasarkan ketenaran, membuat Iss berpesan agar aparat bisa mengubah perilakunya.

"Aku ngeliat perbedaannya dan kebanyakan ini dialami oleh orang-orang yang ketika tidak dikenal. Nah mangkanya ini buat pak polisi yang ada di luar, ya, diubah sedikit lah kelakuan-kelakuan seperti itu."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI