Kebijakan kontroversial dan mendadak itu diklaim muncul setelah Al Jazeera, media yang berbasis di Qatar, menayangkan film dokumnter yang menyinggung Malaysia di program acara 101 East.
Lewat dokumenter berjudul "Locked Up in Malaysia's Lockdown", Al Jazeera menyajikan bagaimana perlakuan terhadap imigran ilegal di Malaysia saat pandemi COVID-19.
Managing Director Al Jazeera bahasa Inggris, Giles Trendle, telah menolak klaim FINAS bahwa mereka tidak memiliki lisensi yang diperlukan untuk memfilmkan atau menyiarkan film dokumenternya.
Menurut Trendle, acara mingguan 101 East tidak termasuk dalam kategori film yang memerlukan lisensi, sebagaimana merujuk dari definisi FINAS.
Baca Juga: Tayang Malam Ini, Simak Sinopsis Film xXx: Return of Xander Cage
Pernyataan Menteri Komunikasi dan Multimedia Saifuddin telah memicu kritik keras dari politisi oposisi dan anggota parlemen Malaysia.
Pemimpin oposisi Anwar Ibrahim mengatakan pernyataan Saifuddin tidak masuk akal dan justru merupakan langkah mundur.
"Jelas pemerintah akan mengambil tindakan terhadap semua pihak, baik politisi atau pengguna media sosial, atas konten yang mungkin tidak sejalan dengan pandangannya," kata Anwar.
Di sisi lain, Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) juga mengecam tindakan sewenang-wenang pemerintah Malaysia terhadap Al Jazeera dan jurnalisnya.
Intimidasi yang dilakukan terhadap media berbasis di Doha, Qatar itu, disebut IFJ telah menggambarkan bahwa Malaysia tidak pro kebebasan berekspresi.
Baca Juga: Termasuk Konten Medsos, Pembuatan Film di Malaysia Harus Punya Izin
"Upaya-upaya FINAS untuk menyematkan Al Jazeera di bawah klaim lisensi film sangat dipertanyakan dan harus sangat disangkal demi semua media dan lebih luas untuk kebebasan berekspresi di Malaysia," tulis pernyataan IFJ di lama resmi mereka.