Suara.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong pemerintah dan semua pihak memberikan perhatian khusus untuk memberikan perlindungan anak Indonesia dalam situasi darurat wabah Covid-19 tahun ini.
Saat ini terdapat sekitar 79 juta anak Indonesia yang membutuhkan perlindungan khusus. Pasalnya kasus kekerasan terhadap anak terus terjadi di masa pandemi.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan baru-baru ini publik dihebohkan dengan kasus eksploitasi seksual anak yang terjadi di sejumlah daerah.
“Misal di Lampung Timur, seorang petugas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) malah menjadi pelaku persetubuhan terhadap anak korban yang ia dampingi. Bahkan terindikasi terjadi praktek perdagangan seksual anak,” kata Edwin dalam keterangan tertulisnya dalam peringatan Hari Anak Nasional, Kamis (23/7/2020).
Baca Juga: Pesan Menteri Bintang di Hari Anak Nasional 2020
Peristiwa lain juga terjadi di Jakarta, seorang warga negara Perancis diduga melakukan pengambilan gambar vulgar terhadap 305 anak perempuan dan menyetubuhi para korbannya. Pelaku berakhir dengan melakukan bunuh diri di tahanan polisi. Kemudian di Kutai Barat, Kalimantan Timur seorang oknum PNS guru terlibat dalam perdagangan seksual anak.
Menurut Edwin, korban eksploitasi seksual terus terulang setiap tahun hingga saat ini. Berdasarkan catatan, setidaknya sejak 2016 hingga Juni 2020 ada 926 permohonan perlindungan terhadap anak yang masuk ke LPSK. Asal permohonan tertinggi dari Jawa Barat, diikuti DKI Jakarta, lalu Sumatera Utara.
"Sebanyak 482 diantaranya adalah korban kekerasan seksual, 133 anak menjadi korban perdagangan orang dan sisanya dari berbagai kasus yang menempatkan anak menjadi korban. 106 anak menjadi korban eksploitasi perdagangan seksual," ungkapnya.
Edwin menambahkan, berdasarkan asal korban, LPSK mencatat anak yang dilacurkan (AYLA) banyak yang berdomisili dari Jawa Barat, diikuti Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta. Sementara berdasarkan locus delicti AYLA, DKI Jakarta berada di tempat teratas diikuti Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Untuk tingkat pendidikan, sebagian besar AYLA tidak menyelesaikan pendidikan dasar 12 tahun, bahkan ada yang tidak menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar (SD).
Baca Juga: Hari Anak Nasional 2020: Dilema Dunia Pendidikan di Tengah Pandemi Covid-19
“Pada umumnya, AYLA yang ingin bekerja, mendapatkan informasi pekerjaan dari teman, media sosial, kerabat dan agen/perekrut. Di mana pada awalnya mereka dijanjikan bekerja sebagai pramusaji cafe/restoran, pemandu lagu karaoke, penjaga toko dan lainnya dengan janji penghasilan yang memadai," ujarnya.