"Isu klepon ini tidak hanya jadi isu mereka yang pro-kontra (residu pilpres), tapi juga akun-akun non blok seperti @TretanMuslim, @jawafess, @uusbiasaaja, @FiersaBesari, @pinotski, @andihiyat dll," kata Ismail.
Ia pun memperlihatkan daftar top 40 influencer yang membahas isu klepon. Tidak hanya itu, Ismail juga menjabarkan lima narasi besar tentang isu tersebut.
"Cuitan dari @Irenecutemom yang paling besar retweetnya, saat data ini dibuat. Isinya hanya gambar dengan caption KUE KLEPON TIDAK ISLAMI. Cuitan ini ditanggapi secara negatif oleh netizen," jelas Ismail.
"Berikutnya @TretanMuslim yang mentwist jadi humor. Lalu dari @jawafess dan @FiersaBesari yang mentwist soal klepon ini untuk meredakan 'ketegangan'. Dan akun @ridwanhr yang mencoba mencari kebenaran toko yang katanya menjual kurma dengan menyudutkan klepon ini. Namun tidak menemukan toko penjualnya," imbuhnya.
Baca Juga: Ramai "Klepon Tidak Islami", Gus Miftah Bandingkan dengan Babi dan Kurma
Setelah menganalisis, Ismail berkesimpulan bahwa bagi kubu yang pro terhadap flayer klepon itu percaya kalau kelompok "kadrun" yang membuat isu tersebut.
"Bagi mereka yang senang dengan isi flyer ini, keyword yang sering dituliskan adalah 'kadrun'. Mereka percaya kalau kelompok ini yang membuat flyer. Sedangkan mereka yang curiga, kebanyakan mencari klarifikasi atau menuding kelompok lawannya yang membuat dan menggoreng sendiri," ujar Ismail.
Ia berpendapat residu Pilpres masih tampak sangat kuat di isu ini.
Ismail mengatakan, "Perolehan suara yang tak jauh terpaut bedanya, jelas membuat dua cluster pro-kontra yang relatif seimbang pendukungnya. Ini tentu tidak mudah untuk dileburkan tanpa upaya serius. Setiap saat siap untuk saling serang".
Ia mengingatkan bahwa gambar, flyer dan narasi yang memakai isu-isu atau karakter sensitif dari salah satu kelompok menjadi bahan bakar yang murah untuk memanaskan polarisasi kedua cluster residu pilpres tersebut.
Baca Juga: Ramai Dituduh Tidak Islami, Padahal Begini Sejarah dan Filosopi Klepon
"Dalam kondisi seperti ini, siapa yang mengedepankan akal, pikiran, dan moral, serta yang pro NKRI (K = kesatuan, bukan pro salah satu kubu), yang akan bisa membedakan mana yang benar dan yang salah. Lainnya akan mudah hanyut terbawa isu," pungkas Ismail.