Suara.com - Pembangunan depo atau tempat parkir kereta Moda Raya Terpadu (MRT) di kawasan Ancol Barat, Jakarta Utara, menuai polemik. Pasalnya, lahan yang akan digunakan untuk depo tersebut masih dikuasai pihak ketiga.
Hal ini terungkap dalam rapat kerja Komisi B DPRD DKI Jakarta bersama sejumlah BUMD yang terkait dengan proyek ini. Di antaranya PT Pembangunan Jaya Ancol (PJAA), PT Jakarta Propertindo (Jakpro), dan PT MRT Jakarta.
Direktur Utama PJAA, Teuku Shahrir, mengatakan dari 10 sertifikat tanah Hak Guna Bangunan (HGB) di Ancol Barat seluas 43 hektare, tujuh di antaranya merupakan milik PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG). Sementara tiga sisanya merupakan milik BUMD Jakpro.
"Luas lahan di Ancol Barat yang disampaikan oleh MRT adalah 43 hektare itu ada sepuluh sertifikat HGB, tujuh dimiliki Asahimas dan tiga dimiliki oleh Jakpro," ujar Shahrir saat rapat di gedung DPRD, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (22/7/2020).
Baca Juga: BUMD DKI Diduga Oper-operan Lahan di Ancol, DPRD: Itu Pemborosan Anggaran
Shahrir menjelaskan, HGB yang tidak dimiliki oleh Pemprov itu memiliki batas waktu yang bervariasi, mulai dari 2022 sampai 2029. Ia menyebut total 40 hektare dimiliki oleh Asahimas selaku pihak ketiga, sementara 3 hektare sisanya dimiliki Jakpro.
"Kurang lebih 3 hektare dimiliki oleh Jakpro, 40 hektare Asahimas," tuturnya.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi B Abdul Aziz mengatakan Pemprov DKI harus meminta kejelasan status lahan dari Asahimas. Sebab jika Asahimas masih memegang HGB, maka ketika depo dibangun dan dioperasikan, MRT harus membayar ke Asahimas.
"Jangan sampai setelah kita bangun, kita proses, izin sudah lengkap dan sebagainya, ternyata kita harus bayar ke Asahimas. Karena HGB-nya masih haknya Asahimas," kata Aziz.
Aziz menganggap seharusnya pembayaran ini tidak diperlukan. Karena Lahan di Ancol Barat itu milik Pemda DKI dan Hak Pemanfaatan Lahan (HPL) milik Ancol.
Baca Juga: Tiga Anak Buah Anies Absen, Rapat Bahas Proyek Ancol di DPRD Ditunda
"Tanah sebenarnya punya Pemda DKI, tapi kenapa Pemda DKI menggunakan itu harus bayar sama pihak ketiga. Itu yang kita hindari sebenernya," pungkasnya.