Suara.com - Pengadaan lahan untuk depo Moda Raya Terpadu (MRT) fase II di kawasan Ancol Barat menuai polemik. DPRD menduga ada pemborosan anggaran yang terjadi dalam proyek ini.
Ketua Komisi B DPRD Jakarta Abdul Aziz mengatakan lahan seluas 462 ribu meter persegi di Ancol Barat itu awalnya diduga menjadi milik BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Namun Jakpro sudah menjualnya ke PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG) untuk pengoperasian pabrik.
Belakangan, PT MRT Jakarta berencana menggarap proyek fase 2 b dengan rute dari Kota ke Ancol Barat. Namun ia membutuhkan depo atau tempat parkir kereta sebagai syarat pembangunan.
Lahan yang dipilih oleh PT MRT Jakarta merupakan lahan milik Asahimas. Karena itu, perusahaan plat merah itu berencana membeli lagi lahan yang sudah dijual ke Asahimas itu.
Baca Juga: Wagub DKI: Masih Ada 30 Waduk Lagi untuk Dikeruk Jadi Bahan Reklamasi Ancol
"Ya itu terjadi dari satu BUMD dijual ke pihak ketiga. Terus BUMD lain beli dar pihak tersebut," ujar Aziz di gedung DPRD Jakarta, Selasa (21/7/2020).
Aziz lantas mempertanyakan tujuan dari dugaan "oper-operan" lahan yang dilakukan Jakpro-MRT itu. Menurutnya tindakan ini merupakan pemborosan anggaran.
"Untuk apa? Berarti ini pemborosan anggaran negara. Apalagi kalau belinya lebih mahal," jelasnya.
Karena itu, Aziz menyebut pihaknya berniat mengklarifikasi dugaan tindakan ini melalui rapat kerja Komisi B bersama Jakpro, MRT, dan Pemprov DKI. Namun rapat ditunda karena pejabat DKI tidak menghadiri rapat ini.
"Kami ingin klarifikasi dulu, sebenarnya ini dijual berapa, dibeli berapa, kalau harga sama ya so-so lah ya berarti enggak ada kerugian negara, Pemda di situ," pungkasnya.
Baca Juga: Politikus Gerindra: Air Laut Bisa Disedot Buat Reklamasi Ancol
Sebelumnya, PT Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta ingin membangun depo atau tempat parkir kereta untuk fase 2b. Namun proyek ini membutuhkan dana senilai Rp 1,5 triliun.