Suara.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut bencana banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan disebabkan karena maraknya alih fungsi lahan yang terjadi di daerah tersebut.
"Memang kawasan Luwu Utara itu adalah kabupaten yang memiliki tingkat bahaya dari yang sedang dan tinggi," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (BNPB) Raditya Jati saat konfrensi pers secara virtual di Jakarta, Minggu (19/7/2020).
Menurut dia, pada 2018 ada peralihan fungsi lahan yang cukup luas sebesar kurang lebih 60 hektar dan semakin meluas 26 hektar pada tahun 2019.
"Ada histori-nya karena ada alih fungsi lahan, dari sebelum ada galian hingga ada galian, ini data langsung yang kami dapat dari foto udara," kata Raditya.
Baca Juga: Banjir Bandang Luwu Utara Telan 36 Nyawa, 40 Korban Lainnya Masih Hilang
Selain peralihan fungsi lahan, Raditya menambahkan penyebab lain dari banjir bandang ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi beberapa waktu terakhir diwilayah tersebut.
"Selain memang wilayah tersebut secara tataan formasi di wilayah hulu lemah sehingga menyebabkan, memudahkan dalam longsor," katanya.
BNPB mencatat hingga 19 Juli terdapat 36 orang meninggal dunia yang diakibatkan banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan.
Dia merinci dari data tersebut pula ditemukan sebanyak 15.994 jiwa orang terdampak banjir bandang, sementara 4.202 unit rumah warga terendam banjir dan mengakibatkan 14.483 jiwa terpaksa mengungsi.
Sebelumnya, bencana banjir bandang air disertai lumpur dan pasir terjadi pada Senin (13/7/2020) sekitar pukul 21.00 WITA.
Baca Juga: Tim SAR Temukan 36 Jenazah Korban Banjir Bandang di Luwu Utara
Dampak bencana teridentifikasi di lima kecamatan, yakni Kecamatan Masamba, Sabbang, Baebunta, Malangke dan Malangke Barat.