Suara.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo secara terang-terangan menjelaskan alasan kementeriannya melibatkan sejumlah perusahaan swasta dalam proyek ekspor laut. Ia membantah jika pemerintah menguntungkan perusahaan besar dalam proyek tersebut.
Hal ini disampakan Edhy dalam tayangan YouTube Deddy Corbuzier yang dilansir Suara.com, Rabu (15/7/2020).
"Kalau ada dibilang saya mementingkan perusahaan saya pikir enggak juga. Kalaupun iya, perusahaan memang harus hidup, dan perusahaan setiap untung harus bayar pajak ke negara 25 persen, dan pajak dividen 15 persen," ungkap Edhy.
Lebih lanjut, Edhy juga membantah jika dirinya melalui Kementerian KKP memuluskan jalan sejumlah perusahaan swasta untuk terlibat dalam proyek ekspor hasil perikanan tersebut.
Baca Juga: Dicap Sebagai Menteri Titipan, Edhy Prabowo: Yang Penting Nelayan Bahagia
Ia pun menantang sejumah pihak yang menuduhnya menerima dana dari perusahaan swasta dengan melampirkan bukti.
"Yang penting saya enggak memberi karpet merah karena dia membayar sesuatu ke saya, dan kalau ada yang merasa itu tunjukkan saja mudah kan," kata Edhy.
Lebih lanjut, Edhy mengaku bahwa posisinya sebagai Menteri KKP yang sedang ia jabat adalah sebuah kesempatan untuk mewujudkan rasa syukur karena sudah diberi kepercayaan.
"Gue dipecat tentara tiba-tiba jadi menteri, makanya gue bilang gue enggak berani jadi menteri. Saya jadi anggota DPR aja saya udah alhamdulillah. ini wujud rasa syukur rasa hormat, maka saya terus all out kerja," ujar politisi Partai Gerindra itu.
"Dan tim di tempat saya itu adalah tim yang Dirjen-Dirjennya Ibu Susi juga, menteri sebelumnya. Saya enggak ganti semua, yang saya isi yang kosong aja," sambung Edhy.
Baca Juga: Heboh Ekspor Benur, Bareskrim Tangkap Penyelundup Ribuan Benih Lobster
Lebih lanjut, Edhy menjelaskan salah satu alasannya memaksimalkan kebijakan ekspor hasil perikanan. Ia mengaitkan potensi keuntungan ekonomi yang bisa menjadi jalan keluar krisis Covid-19.
"Kita sudah menghadapi covid yang begitu dahsyat di dunia. Sektor perikanan sekarang ini menjadi tumpuan dan harapan, dari budidaya sektor ini masih 10 persen belum optimal. Saya kalau dikasih uang 200 triliun saya bisa bangun 100 ribu hektar tambak. Ini kalau satu hektar tambak menyerap 5 keluarga, itu 500 ribu KK kali lima, dua setengah juta penyerapan. Orang bisa makan dari situ," ungkap Edhy Prabowo.
Selain bisa menguntungkan para nelayan, Edhy juga menjelaskan bahwa program pengoptimalan budidaya hasil laut itu bisa menguntungkan negara hingga Rp 80 triliun.
"Dari segi produktifitas, satu hektar tambak menghasilkan 40 ton per tahun x 100 ribu, 4 juta ton pertahun, dikali lima dolar per kilo sama dengan 20 milyar dolar setahun. 200 triliun rupiah menjadi 20 miliar dolar setahun berarti kita udah untung 80 triliun," Edhy menjelaskan.
Hanya saja, proyek Edhy tersebut diakuinya masih terganjal kucuran dana dari pemerintah. Oleh karena itu, ia melibatkan perusahaan swasta dalam menjalankan kebijakan tersebut.
"Sudah kita sampaikan tapi enggak bisa juga semua uang negara. Kita gunakan APBN, sisanya swasta. Maka saya hidupkan peran positif negara, swasta kita libatkan, baru kemudian ke perorangan koperasi dan daerah," kata Edhy memungkasi.