Suara.com - Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) melakukan inspeksi mendadak (sidak) tempat penampungan calon Pekerja Migran Indonesia nonprosedural di Blok G2 Nomor 8 Klaster Purik, Perumahan Permata Cileungsi Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Penggerebekan yang dilakukan pada Senin (13/7/2020) itu dipimpin langsung oleh Kepala BP2MI Benny Rhamdani. Penggerebakan tersebut dikatakan Benny karena diduga kuat telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan penyalur.
"Undang-undang tidak memperkenankan siapapun dan atas nama apapun pekerja migran Indonesia di rumah tinggal, yang diperbolehkan UU untuk penampungan adalah Balai Pelatihan Kerja Luar Negeri (BPKLN)," kata Benny dalam konferensi pers, Rabu (15/7/2020).
Dari penggerebekan penampungan calon buruh migran tersebut, tujuh orang calon tenaga kerja disebut akan dikirim ke Malaysia dan Singapura. Dari tujuh orang itu, dua di antaranya diketahui pasangan suami istri, yakni Dewi Purnamasari asal Garut yang dijanjikan akan ditempatkan ke Singapura dan suaminya Yanto yang akan ditempatkan ke Malaysia.
Baca Juga: BP2MI Janji Bakal Tindak Tegas Perusahaan 14 ABK Kapal China
Rabu (15/7/2020) siang ini sekira pukul 14.30 WIB, BP2MI akan melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri, berikut menyerahkan dengan bukti berupa 232 dokumen yang berisi calon TKI yang akan diberangkatkan. Perusahaan Penempatan Pekerja Migran (P3MI) yang menjanjikan akan memberangkatkan PMI secara ilegal itu adalah PT Sentosa Karya Aditama dan PT Aji Al Jaidi Ikhwan.
Berdasar hasil pengecekan BP2MI melalui sistem komputerisasi, PT Sentosa Karya Aditama memiliki SIP atau Surat Izin Penempatan P3MI no 158 tahun 2017 dengan masa berlaku hingga Januari 2022 dengan status perusahaan masih aktif.
Sedangkan, satu perusahaan lainnya, yakni PT Aji Al Jaidi Ikhwan, SIP P3MI-nya telah dicabut dengan SK pencabutan nomor 22 /2020 tanggal 14 Februari 2020. Sehingga perusahaan kedua ini statusnya ilegal.
"Kami merekomendasikan kepada Kemenaker untuk melakukan cabut SIP P3MI PT Sentosa Karya Aditama. Sedangkan PT. Aji Al Jaidi Ikhwan akan kami laporkan ke Kepolisian kasus pidana atas dugaan kuat melakukan pelanggaran UU no 21 tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO," katanya.
Benny menambahkan, selain dijerat UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), kedua perusahaan penyalur itu juga dijerat dengan Pasal 83 UU N0 18/2017 tentang perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman pidana paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 15 miliar.
Baca Juga: BP2MI Prediksi 34.300 TKI akan Pulang ke Indonesia Hingga Juni 2020