Suara.com - Tingginya tarif yang dikenakan rumah sakit dan klinik swasta di Indonesia untuk tes covid-19 disorot oleh media asing The Sydney Morning Herald (SMH), Selasa (14/7/2020).
Lewat artikelnya, media online asal Australia itu telah mensurvei 14 rumah sakit dan klinik swasta di Jakarta dan Bali, di mana mereka menemukan tarif tes covid-19 yang terbilang mahal.
Bahkan, dalam penelusurannya, tarif tes virus Corona di beberapa rumah sakit swasta Indonesia ada yang menyentuh angka USD 1.450 atau setara Rp 21 juta.
Tarif setinggi itu dikenakan oleh Rumah Sakit MRCCC Siloam, Jakarta untuk orang-orang yang ingin mendapatkan hasil tes dalam 12 jam saja.
Baca Juga: RRI Tutup Kantor di Zona Merah Corona, Alihkan Siaran dari Jakarta
"Rumah sakit dan klinik swasta di Indonesia memungut biaya pasien hingga USD 1.450 untuk tes coronavirus, lebih dari tiga kali upah minimum bulanan (UMR)," tulis SMH, dikutip Suara.com, Rabu (15/7/2020).
Rumah sakit swasta di Jakarta termasuk Rumah Sakit Columbia Asia, Gading Pluit, rumah sakit Pertamina, RSCM Kencana dan Rumah Sakit MRCCC Siloam memungut biaya antara USD 180 dan USD 250 untuk tes PCR.
Sementara di Bali, Rumah Sakit Unud dikenakan biaya USD 100 untuk tes PCR dan rumah sakit swasta Siloam dikenakan biaya USD 250.
Pemerintah Indonesia memang memberlakukan tes lain dengan biaya lebih murah dengan metode rapid yang berkisar USD 15 hingga USD 60.
Namun tes cepat itu dinilai kurang akurat lantaran mendeteksi covid-19 lewat antibodi.
Baca Juga: Para Ahli Sebut Indonesia Gagal Kendalikan Wabah Covid-19
Pemerintah juga sebenarnya menyediakan tes covid-19 gratis lewat rumah sakit negeri. Namun akses pengujian PCR mungkin lebih sulit diperoleh dan hasil bisa keluar dalam waktu yang jauh lebih lama.
Kurangnya pengujian yang dilakukan pemerintah membuat banyak orang--khususnya yang berkantong tebal--mengambil jalur tes covid-19 lewat jalur lain, yakni rumah sakit swasta.
Ahli epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan pemerintah harus turun tangan dan mengatur harga tes virus Corona.
Dia juga mengatakan, yang terjadi saat ini sangat tidak etis di mana layanan kesehatan justru mencari untuk dari tes covid-19 dengan memanipulasi ketakutan masyarakat.
"Pemerintah harus membuka matanya untuk mengatur ini. Ini adalah sumber daya nasional, ketika Anda memiliki kapasitas rendah dalam pengujian, Anda perlu meminta [rumah sakit] publik dan swasta untuk membantu meningkatkan kapasitas pengujian [negara]," kata Pandu.
"Mengapa kita membiarkan pihak yang memiliki sumber daya pengujian melakukan hal berbeda terhadap respons nasional?"
Andreas Harsono dari Human Rights Watch Indonesia mengatakan bahwa masalah mendasar saat ini adalah akses masyarakat ke layanan kesehatan. Pemerintah diharapkan bisa melindungi warganya.
"Masalah mendasar di sini adalah akses ke layanan kesehatan, hak atas layanan kesehatan," beber Andreas.
"Pemerintah harus dapat melindungi hak-hak itu, tetapi dalam pandemi skala ini jawabannya tidak semudah itu. Jelas banyak negara tidak dapat mengatasi pandemi ini."
Merujuk worldometers.info pada Rabu (15/7/2020) siang, Indonesia menempati peringkat ke-26 sebagai negara paling banyak mencatatkan kasus infeksi virus Corona.
Kasus infeksi covid-19 di Indonesia telah menembus angka 78 ribu orang di mana jumlah kematian mencapai 3.710 jiwa.