ICW Sebut Pembangkit Listrik Dikuasai Elite-Elite Kaya

Senin, 13 Juli 2020 | 22:20 WIB
ICW Sebut Pembangkit Listrik Dikuasai Elite-Elite Kaya
Ilustrasi batu bara dari tambang. (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan penelusuran terhadap orang-orang di balik proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam negeri. Hasil penelusuran menemukan sejumlah elite kaya atau oligarki berada di balik pembangkit listrik.

Peneliti ICW Egi Primayogha menyatakan, masalah yang ada dalam industri batu bara termasuk PLTU penting untuk menjadi sorotan. Selain telah terbukti mengancam nyawa manusia dan memperburuk krisis iklim, PLTU telah menjadi bancakan oleh banyak pihak.

"Hasil penelusuran ICW menunjukkan bahwa di balik proyek pembangkit listrik, terdapat orang-orang dengan kekayaan luar biasa," kata Egi dalam keterangan pers, Senin (13/7/2020).

PLTU saat ini juga perlu disoroti karena celah perburuan rente terbuka lebar. Ini dikarenakan Presiden Jokowi telah mencanangkan program pembangkit listrik 35.000 MW yang mayoritas berjenis PLTU.

Baca Juga: Dalam 10 Tahun, Diduga Terjadi Inefisiensi Pengadaan Batu Bara PLN Rp 100 T

Dukungan finansial untuk megaproyek tersebut mencapai USD 72,3 miliar dan 75 persen pembangkit diserahkan kepada swasta. Sebanyak 20 proyek PLTU dari seluruh Indonesia telah ditelusuri oleh ICW.

"Sedikitnya 10 orang terkaya se-Indonesia berada di balik proyek pembangkit listrik. 12 orang di balik pembangkit juga terafiliasi dengan perusahaan di negara surga pajak," ungkapnya.

Selain itu terdapat tiga pejabat publik aktif yang terafiliasi dengan proyek PLTU. Di antara orang-orang dengan kekayaan luar biasa tersebut terdapat nama Sandiaga Uno, Boy Thohir dan Arini Subianto yang berada di balik PLTU Tanjung Kalimantan Selatan.

Mereka merupakan pengurus dan pemegang saham dari PT Adaro Energy Tbk. Selain itu, terdapat juga nama Prajogo Pangestu di balik PLTU Jawa 9 dan 10 sebagai pemegang saham mayoritas PT Barito Pacific Tbk.

Prajogo merupakan orang terkaya ketiga versi majalah Forbes tahun 2019 dengan total kekayaan US$ 7,6 miliar.
Sementara itu, masih hangat diingatan publik mengenai geger Paradise Papers and Panama Papers yang memunculkan dugaan adanya modus penghindaran pajak (tax avoidance) melalui negara surga pajak.

Baca Juga: Perusahaan Batu Bara Sumbang Rp 20 Miliar ke Pemerintah untuk Lawan Corona

Individu di balik PLTU turut ditemukan dalam database International Consortium & Investigative Journalists (ICIJ) yang memuat nama-nama orang di negara surga pajak. Di antara nama-nama tersebut terdapat Luhut Binsar Pandjaitan, Djamal Nasser Attamimi, Dewi Kam dan Edwin Suryadjaya.

"Luhut misalnya, berada di balik PLTU Sulbagut 1 dan PLTU Sulut 3," ujarnya.

Adapun tiga orang pejabat publik yaitu Luhur Binsar Pandjaitan, Fachrul Razi berada di balik PLTU Sulbagut 1 dan PLTU Sulut 3 sebagai pemegang saham dan pengurus di salah satu perusahaan Grup Toba.

Nama Erick Thohir juga berada di balik PLTU Tanjung Kalimantan Selatan melalui afiliasi dengan saudara kandungnya Garibaldi Thohir.

Sejumlah nama-nama yang ditemukan bukanlah nama yang asing dalam industri batu bara. Grup perusahaan mereka turut menguasai pertambangan batu bara. Hal ini juga menunjukkan bahwa dari hulu ke hilir, industri batu bara telah dicengkeram oleh elite-elite kaya atau oligarki.

Pasal 33 UUD 1945 tegas menyebutkan bahwa sumber daya alam dimanfaatkan untuk kebaikan publik, bukan untuk menguntungkan kepentingan privat atau kelompok. Sehingga cengkeraman oligarki dalam industri batu bara tidak boleh diabaikan begitu saja.

Kerusakan Alam Akibat Tambang Batu Bara

Industri batu bara menghasilkan setumpuk permasalahan negatif. Anak-anak tewas akibat lubang tambang yang dibiarkan menganga. Lahan hijau rusak akibat berubah menjadi lokasi pertambangan. Pembangkit listrik dengan bahan bakar batu bara yakni PLTU secara nyata mengancam kesehatan dan nyawa warga.

Sayangnya, Indonesia masih bernafsu untuk terus melanggengkan industri batu bara. Pengerukan batu bara secara masif dapat terlihat lewat laju produksi batu bara yang 2,5 kali lebih tinggi dibanding rata-rata dunia. Hal ini sekaligus menunjukkan ketiadaan komitmen Indonesia terhadap krisis iklim yang mengancam bumi beserta generasi masa depan di dalamnya.

Industri batu bara tidak bisa dipisahkan dari PLTU. Salah satu penggunaan terbesar batu bara adalah untuk pembakaran PLTU. PLTU hingga kini juga merupakan jenis pembangkit yang paling banyak digunakan. Masifnya penggunaan PLTU tak lepas dari praktik-praktik korupsi.

Sedikitnya dua kasus korupsi yang berkaitan dengan PLTU telah ditangani aparat penegak hukum. Pertama, kasus PLTU Riau-1. Kasus itu melibatkan aktor eksekutif, legislatif, pengusaha dan Direktur Utama PLN.

Hampir semua telah mendapat vonis penjara kecuali mantan Direkur Utama PLN Sofyan Basir yang divonis bebas. Kedua, kasus korupsi PLTU Cirebon. Kasus itu melibatkan bupati yang diduga bersekongkol dengan pengusaha untuk memuluskan proyek PLTU.

Sementara itu, industri batubara telah membebani negara dengan tanggungjawab lebih. Negara diharuskan menanggung biaya atas kerusakan lingkungan dan kesehatan warga. Lebih lagi, penggunaan batu bara semakin memperparah krisis iklim, sehingga penggunaan PLTU harus diberikan perhatian khusus. Jika PLTU telah terbukti merugikan kebaikan umum, maka penggunaannya harus segera dihentikan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI