Pada 8 Juni 2001, seorang pria--yang telah dieksekusi pada 2004--memasuki sekolah dengan pisau.
Dia secara brutal menebas dan menikam tujuh anak perempuan kelas dua dan satu anak laki-laki kelas satu. Disamping itu, 15 siswa dan guru juga terluka.
Pandemi Covid-19 Lecut Keberanian
Sejak tragedi pembunuhan massal itu, Tsukamoto telah bekera sebagai pengasuh anak. Tapi, pusat penitipan anak tempatnya bekerja tak banyak kedatangan pelanggan di masa pandemi Covid-19.
Baca Juga: Keji! Janda Diperkosa 7 Lelaki, Sempat Buang Air Lantas Dirudapaksa Lagi
Dengan adanya pembatasan sosial yang diterapkan Jepang beberapa waktu lalu, Tsukamoto praktis lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
Di tengah waktu luang, dia kerap membersihkan rumah orang tuanya yang terletak tak jauh dari kediamanya.
Saat itulah Tsukamoto teringat dengan barang-barang milik putri sulungnya. Dia khawatir apabila terkena Covid-19, kamar dan barang milik sang anak tidak ada yang membersihkan.
Sejak lama, Tsukamoto tak ingin ada orang lain yang menyentuh barang-barang anaknya. Dia ingin merwatanya sendiri, layaknya sebuah kenangan.
Proses Merelakan
Baca Juga: 3 Artis Ini Punya Restoran Jepang, Milik Ayu Dewi Mewah Abis!
Kegiatan bersih-bersih yang dilakukan Tsukamoto terhadap kamar dan barang-barang sang anak membawanya pada ketentraman batin.