Suara.com - Seorang ahli virus asal China dilaporkan melarikan diri ke Amerika Serikat dan mendukung klaim bahwa Beijing berusaha menutupi virus corona.
Menyadur The Sun, Senin (13/7/2020), Dr Li Meng-Yan, seorang spesialis virologi di Sekolah Kesehatan Masyarakat Hong Kong, mengatakan dia telah memutuskan untuk meninggalkan negaranya karena dia tahu bagaimana (China) memperlakukan pelapor.
Sejak wabah virus corona menyerang dunia awal tahun ini, pemerintah Cina berulang kali menghadapi tuduhan bahwa mereka berusaha membungkam siapa pun yang mencoba untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Berbicara kepada Fox News, Dr Li yang melakukan perjalanan ke AS pada akhir April, mengatakan dia adalah salah satu orang pertama yang mulai meneliti virus baru, tetapi usahanya terhenti.
Baca Juga: Pemerintah Indonesia Kaji Sanki Bagi Warga yang Langgar Protokol Kesehatan
"Alasan saya datang ke Amerika Serikat adalah karena saya menyampaikan pesan kebenaran Covid. Jika saya mengatakannya di Hong Kong, saat saya mulai mengatakannya saya akan menghilang dan dibunuh." kata Dr Li dikutip dari The Sun.
Pernyataan Dr Li itu muncul beberapa hari setelah undang-undang keamanan baru disahkan di Hong Kong.
Dr Li mengatakan bahwa atasannya pertama kali memintanya untuk melakukan penyelidikan "rahasia" terhadap virus "mirip-SARS" baru di Wuhan pada 31 Desember tahun lalu.
"Pemerintah China menolak untuk meminta pakar luar negeri, termasuk yang ada di Hong Kong, untuk melakukan penelitian di China," katanya.
"Jadi saya menghubungi teman-teman saya untuk mendapatkan informasi lebih lanjut." lanjutnya. Dr Li kemudian berbicara dengan sejumlah pihak, termasuk orang yang bekerja di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China.
Baca Juga: Karyawan Terjangkit Virus Corona, Yogya Bogor Junction Ditutup Sementara
Dr Li mengatakan, temannya memberi tahu tentang virus tak dikenal yang muncul di Wuhan dan bahwa "kasus kluster keluarga", sebuah indikator penularan dari manusia ke manusia, sedang diamati. Dia juga diberitahu bahwa jumlah kasus diperkirakan meningkat secara eksponensial.
Setelah Dr Li mendapatkan informasi, namun ia diperingatkan oleh atasannya untuk tetap diam dan berhati-hati.
"Dia memperingatkan saya ..., 'Jangan menyentuh garis merah'," kata Dr Li, merujuk pada batasan tak terucapkan yang ditempatkan oleh Beijing dalam penyelidikan semacam itu.
Minggu lalu, Beijing memberlakukan undang-undang baru di Hong Kong, yang sebelumnya dijamin otonomi di bawah pengaturan yang dikenal sebagai "satu negara, dua sistem". Undang-undang tersebut mengatur pelanggaran seperti pemisahan diri, subversi, terorisme, dan kolusi dengan pasukan asing.
Para kritikus mengatakan hukum baru tersebut akan mengikis kebebasan pers, independensi peradilan, dan hak untuk melakukan protes damai di wilayah tersebut.