Eks Pimpinan KPK: Tugas Polri di RUU Cipta Kerja Rawan KKN

Senin, 13 Juli 2020 | 03:52 WIB
Eks Pimpinan KPK: Tugas Polri di RUU Cipta Kerja Rawan KKN
Mantan pimpinan KPK, Laode Muhammad Syarif. (Suara.com/Muhaimin A Untung)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Wakil Ketua KPK Periode 2015-2019 Laode M Syarif menyatakan, penambahan wewenang polisi yang diatur dalam Omnibus Law Rancangan Undang-undang atau RUU Cipta Kerja sangat berpotensi menimbulkan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) jika berhasil disahkan.

Laode menyoroti rencana penambahan beberapa kewenangan untuk Polri di Omnibus Law RUU Cipta Kerja, misalnya dalam Pasal 82 RUU Cipta Kerja mengubah pasal 15 UU Kepolisian dan memberi wewenang kepada Polri untuk mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.

Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, dan ketiga, melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.

Menurut Laode, tiga kewenangan tersebut, tidak memberi definisi yang jelas mengenai apa yang dimaksud penyakit masyarakat, aliran yang dapat menimbulkan perpecahan dan pemeriksaan khusus.

Baca Juga: RUU Cipta Kerja Dinilai Semakin Mempermudah Investor Buka Lapangan Kerja

"Jadi dengan memberikan tambahan kewenangan kepada satu institusi, kemungkinan untuk di-abuse itu juga menjadi bertambah, apalagi di dalam undang-undang ini juga tidak memberikan semacam safe guard untuk bagaimana caranya agar kewenangan tambahan yang diberikan itu dapat diawasi," kata Laode dalam diskusi YLBHI, Minggu (12/7/2020).

Direktur Eksekutif Kemitraan itu juga menyoroti pasal 15 ayat 2 huruf f yang berbunyi memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan yang akan ditambahkan wewenangnya bagi kepolisian untuk terlibat dalam pemberian izin usaha.

"Selama ini izin usaha itu tidak pernah ke polisi dilakukan, dan saya yakin itu juga terlalu jauh dari tugas dan fungsi kepolisian, memberikan izin usaha, katanya mau memperingkas izin usaha, nah sekarang kita memerikan lagi aparat kepolisian yang dari dulu juga tidak pernah diberikan atau memiliki kewenangan seperti itu, jadi ini pun akan membuka lagi faktor yang rentan terhadap korupsi," ujarnya menjelaskan.

Laode mengatakan, kewenangan yang dimiliki Polri saat ini saja sudah terlalu berat, apalagi ditambah dengan tambahan kewenangan yang diamanatkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

"Pemberian tambahan kewenangan dalam rumus anti-korupsi bahwa yang tadi disebut bahwa kekuasaan itu cenderung untuk korup dan disalahgunakan dan itu belum ada satu orang pun yang bisa melawan teori itu maka kemungkinan faktor rentan korupsinya akan bertambah disitu," ujarnya.

Baca Juga: Protes RUU Cipta Kerja, Walhi Aksi Disinfeksi Virus Oligarki di DPR

Di sisi lain, Laode menambahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini sangat mengesampingkan hak-hak buruh, kelestarian lingkungan hidup, hingga kekuatan presiden yang menjadi superior karena semua akan diatur dalam peraturan pemerintah sehingga fungsi DPR sebagai pembuat undang-undang akan luntur.

"Oleh karena itu saya melihat bahwa RUU Cipta Kerja ini harus betul-betul dilawan, tidak boleh ada, karena sangat bertentangan dengan model-model penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, akuntabel dan memiliki nilai antikorupsi," imbuh Laode.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI