7 Poin Prioritas yang Harus Masuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Sabtu, 11 Juli 2020 | 05:05 WIB
7 Poin Prioritas yang Harus Masuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Komite Aksi Perempuan dan berbagai elemen menggelar aksi "Save Our Sister" dan "Nyalakan Tanda Bahaya" dengan menyalakan lilin dan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (4/5).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengurus LBH APIK Indonesia Asnifriyanti Damanik menyebut pihaknya dan koalisi masyarakat sipil mengusulkan ada tujuh agenda prioritas di dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Pertama di dalamnya harus ada sembilan bentuk kekerasan seksual. Kedua ada pengakuan tentang hak korban, keluarga dan saksi.

"Belum ada di dalam peraturan undang-undang yang untuk kekerasan seksual," ujar Asnifriyanti dalam diskusi," ujar Asnifriyanti dalam diskusi virtual dengan tema "Bagaimana kabar RUU P-KS kini dan nanti, Jumat (10/7/2020).

Priorotas ketiga yakni tentang prinsip kewajiban negara perlindungan kepada korban, keempat prosedur hukum yang mempertimbangkan pengalaman perempuan korban termasuk korban dengan disabilitas.

Baca Juga: LBH APIK: RUU PKS Dikeluarkan dari Prolegnas dengan Alasan Tak Jelas

"Jadi nanti pembentukan undang-undang ini, itu harus mendengarkan pengalaman-pengalaman perempuan korban yang sudah kita rangkum," ucap dia.

Kelima, Pelayanan terpadu dan terintengrasi bagi korban.

"Pelayanan terpadu dan terintegrasi bagi korban selama ini kan kerja sendiri-sendiri. Misalnya proses pemeriksaan dari kepolisian atau pengadilan itu kan prosesnya panjang," kata Asnifriyanti.

Keenam yakni pemidanaan dengan ancaman pidana minimal, pidana tambahan, dengan tindakan termasuk rehabilitasi pelaku.

"Ketujuh RUU harus mengatur pencegahan perubahan mindset masyarakat yang selama ini sering kali negatif pada korban serta mendorong partisipasi masyarakat dalam penghapusan kekerasan seksual," ucapnya.

Baca Juga: Enam Tahun Jadi Budak Seks Ayah Tiri, Anak Putus Sekolah Mengadu ke Bibinya

Adapun 9 bentuk kekerasan seksual yang harus dimasukkan ke dalam RUU PKS kata Asnifriyanti yaitu pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual.

"Jadi ada kekerasan unsur sembilan bentuk dari kekerasan seksual itu semuanya harus mengandung kekerasan. Maka itu masuk kategori kekerasan seksual. Jadi misalnya pemaksaan pelacuran, jadi orang dipaksa untuk menjadi pelacur, jadi ada kekerasan di dalamnya. Begitu juga dengan pelecehan seksual berbeda dengan penganiayaan kategori dalam undang-undang KUHP ini adalah orang itu disiksa secara seksual," katanya.

Sebelumnya, Badan Legislasi DPR RI bersama pemerintah, melalui Kementerian Hukum dan HAM, sepakat menarik 16 rancangan undang-undang yang sudah masuk daftar prolegnas prioritas 2020. Salah satu yang ditarik ialah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Kesepakatan itu diambil kedua belah pihak, usai melangsungkan rapat evaluasi bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Baleg DPR, Kamis (2/7/2020).

“Mengurangi 16 rancangan undang-undang dari Program Legislasi Nasional tahun 2020,” kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen Senayan.

Sebelumnya, penarikan soal RUU PKS disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang dalam rapat Baleg DPR. Ia mengusulkan agar RUU PKS dicabut sementara dari daftar Prolegnas Prioritas 2020. Alasannya karena pembahasannya sulit dilakukan untuk saat ini.

"Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena pembahasannya agak sulit," kata Marwan.

Ia kemudian mengatakan agar RUU PKS digantikan dengan RUU tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Selain itu, saat ini yang menjadi fokus Komisi VIII adalah pembahasan RUU tentang Penanggulangan Bencana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI