PAN Sebut Pembahasan RUU HIP Berpotensi Picu Krisis Ideologi dan Sosial

Jum'at, 10 Juli 2020 | 18:23 WIB
PAN Sebut Pembahasan RUU HIP Berpotensi Picu Krisis Ideologi dan Sosial
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. (Suara.com/Ria Rizki)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengamini pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ihwal kondisi Pandemi Covid-19 yang memberatkan bidang kesehatan dan ekonomi negara.

Dia bahkan menilai, pandemi ini mengerikan lantaran berdampak terhadap berbagai sektor termasuk kesehatan dan ekonomi.

“Memang apa yang disampaikan Presiden dan kita semua juga merasakan ini sungguh-sungguh berat. Jadi tidak ringan, sangat berat bahkan dikatakan ngeri. Krisis kesehatan berkembang menjadi krisis ekonomi,” kata Zulhas dalam peluncuran buku "Menghadang Corona: Advokasi Publik di Masa Pandemi" karya Anggota Komisi IX DPR Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay.

Namun di sisi lain, Zulhas bersyukur, karena krisis akibat pandemi tidak merambat hingga krisis ideologi dan sosial yang potensinya bisa muncul dari polemik Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

Baca Juga: Ramai Isu RUU HIP, Koleksi Mobil Rieke Diah Pitaloka Jadi Sorotan

Ia mengaku bersyukur atas respon pemerintah yang enggan membahas RUU HIP sehingga potensi menuju krisis sosial dapat dibendung.

"Kita bersyukur kemarin di DPR ada RUU HIP ya sudah cepat tanggap pemerintah menghentikan. Karena kalau itu terus juga dibahas bisa krisis kesehatan melahirkan krisis ekonomi bisa melahirkan krisis ideologi dan pada akhirnya krisis sosial," katanya.

"Ini kita bersyukur yangg kita alami krisis kesehatan ekonomi mudah-mudahan kita bisa atasi," sambungnya.

Diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi enggan membahas Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Ada sejumlah alasan mengapa Jokowi enggan membahas RUU yang menjadi inisiatif DPR RI tersebut.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menuturkan, Jokowi menilai kalau TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Komunis/Marxisme masih berlaku dan tidak perlu dipersoalkan lagi.

Baca Juga: Sebelum Dirotasi Fraksi, Rieke Diah Pitaloka Sempat Pimpin Rapat RUU HIP

Sebagaimana diketahui, TAP MPRS tersebut tidak tercantum dalam RUU HIP yang dirumuskan DPR RI. Namun pemerintah menegaskan bahwa TAP MPRS yang telah disebutkan itu tidak bisa dicabut lagi oleh lembaga negara atau dengan undang-undang.

"Itu merupakan suatu produk hukum peraturan perundang-undangan yang mengikat dan tidak bisa lagi dicabut oleh lembaga negara atau oleh undang-undang sekarang ini," kata Mahfud di kantornya, Selasa (16/6/2020)

Lebih lanjut, pemerintah juga berpendapat bahwa rumusan pancasila yang sah itu rumusan yang telah disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Rumusan pancasila itu juga terkandung ke dalam Pembukaan UUD 1945.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengatakan pemerintah berharap kalau DPR RI bisa memanfaatkan waktu untuk menyerap aspirasi masyarakat terlebih dahulu terkait RUU HIP itu.

Ia mengatakan pihaknya akan menyampaikan sikap resmi dari pemerintah ke DPR RI. Namun Yasonna tidak menyebut pasti kapan akan menyampaikan hal tersebut.

"Pemerintah kan punya waktu 30 hari nanti saya tidak tahu tanggal pastinya nanti akan disampaikan secara resmi," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI