Suara.com - Anggota Tim Panitia Kerja Pengawasan Penegakan Hukum Komisi III DPR RI Arteria Dahlan heran dengan data yang dipresentasikan Kapolda Bangka Belitung (Babel) Irjen Pol Anang Syarif Hidayat terkait masalah tata kelola dan tata niaga pertimahan di provinsi tersebut.
Arteria menilai, ada keanehan dalam pemaparan yang disampaikan, lantaran tidak ada kesinkronan dengan data yang dipaparkan oleh Bareskrim Mabes Polri.
"Kita minta Polda Babel ini memahami betul tentang carut marutnya pertambangan timah di Babel, sehingga mampu melakukan diagnosa dengan baik dan simpulan-simpulan yang baik. Tidak seperi sekarang ini, terus terang kami kecewa, paparan yang disampaikan Kapolda Babel tidak sama dengan paparan yang disampaikan Bareskrim Mabes Polri," ujar Arteria usai mendengarkan paparan di Mapolda Babel Kamis (7/9/20) siang.
Dia mengemukakan, paparan data yang disampaikan seharusnya bisa memetakan permasalahan carut marutnya pertimahan di Babel.
Baca Juga: Komisi III DPR Kritisi Kerja Sama Konsorsium PT Timah dengan Lima Smelter
"Kalau data primer dari satu instansi saja berbeda, tentu nanti akan menghasilkan langkah-langkah penyelesaian yang berbeda. Ini kita sayangkan, karena baru hari Senin (6/7/20) kemarin kita mendapat paparan tapi tadi kita dapat paparan yang seperti ini seolah-olah mohon maaf, polda masih belum bisa memetakan permasalahan carut marut pertimahan yang ada di Babel ini," katanya.
Lebih lanjut Arteria menjelaskan, perbedaan tersebut salah satunya terkait soal penerbitan Rencana Kegiatan dan Anggaran Belanja (RKAB) dan terkait penerapan CPI dalam proses penyelesaian RKAB tersebut.
CPI sendiri merupakan Competent Person Indonesia, yakni seorang ahli dalam membangun tambang timah. Sementara peran seorang CPI dalam penyusunan RKAB untuk meminimalkan praktik ilegal mining dalam pertambangan.
Selain pengelolaan pertambangan yang ramah lingkungan, CPI juga berperan mengestimasi dan melaporkan sumber daya dan cadangan mineral yang dimiliki perusahaan tambang dalam rencana kerja anggaran biaya (RKAB).
Dalam melaporkan sumber daya dan cadangan mineral, CPI juga mempertimbangkan sepuluh faktor pengubah, yakni pertambangan, pengolahan, metalurgi, ekonomi, pemasaran, hukum, lingkungan, infrastruktur, sosial dan pemerintahan.
Baca Juga: Tim Panja Komisi III DPR RI Kunjungi Babel
"Temuan permasalahannya saja sudah tidak jelas, seperti soal penerbitan RKAB, bagaimana terbitnya RKAB, kemudian soal penerapan CPI menjadi satu persyaratan dasar untuk penerbitan RKAB, ini kan awal carut marut yang menimbulkan gejolak. CPI wajib atau tidak. Jikalau tidak wajib, CPI sebagai pemanfaatan IUP. Sekarang ini dibalik lagi, setelah IUP baru minta CPI ini kan konyol sekali," lanjut Arteria.
Meski begitu, dia mengapresiasi langkah yang dilakukan Gubernur Babel Erzaldi Rosman dalam mengambil kebijakan untuk meredam keresahan masyarakat.
"Tapi di lain pihak, saya apresiasi atas kiat-kiat yang dilakukan oleh Gubernur, akan tetapi Gubernur juga jangan menerbitkan RKAB yang melawan hukum juga. Sehingga akan dijadikan serangan balik bagi pihak yang nantinya ingin mengoreksi gubernur. Padahal, gubernur juga mengambil kebijakan itu tentu dengan alasan keresahan masyarakat. Keadilan terkoyak di Bangka Belitung sehingga gaduh semuanya,"
Kontributor : Wahyu Kurniawan