Suara.com - Praktik menikahkan anak perempuan di bawah umur kian marak dilakukan keluarga-keluarga pengungsi Suriah yang tinggal di Turki. Alasannya sederhana, yakni demi uang.
Di tengah pandemi virus Corona yang menghantam perekonomian, praktik yang dinilai mengeksploitasi anak-anak ini kian marak terjadi.
Menyadur Independent, ECPAT, sebuah organisasi yang menentang eksploitasi seksual anak-anak, menentang keras praktik tersebut.
Ezgi Yaman, sekretaris jenderal ECPAT Turki menyebut praktik ini dilakukan keluarga-keluarga miskin di Turki untuk mengurangi biaya hidup.
Baca Juga: Virus Corona Covid-19 vs Wabah Pes, Mana yang Lebih Buruk dan Mematikan?
Anak gadis yang dijual untuk dinikahi bakal menghasilkan uang secara instan, ditambah turut mengurangi kebutuhan sehari-hari karena sudah tak tinggal di rumah.
"Kami telah mendengar kasus di mana keluarga Suriah menjual anak perempuan mereka untuk menikah - baik secara formal maupun informal kepada pria Turki," kata Ezgi Yaman dikutip dari Independent, Rabu (8/7/2020.
"Terkadang menjadi istri kedua atau ketiga dari seorang pria. Ini untuk menyingkirkan mereka. Untuk memiliki satu piring lebih sedikit di meja."
"Keluarga juga mendapatkan uang untuk membantu mereka membayar sewa. Kami mendengar beberapa kasus di mana keluarga tidak mampu membayar sewa kepada pemilik," tambahnya.
Laporan dari ECPAT mengungkapkan Turki memiliki jumlah pengungsi anak terbanyak di dunia. Hal itu turut memperbesar terjadinya praktik perdagangan manusia, pernikahan paksa, dan eksploitasi seksual.
Baca Juga: 2 Kades di Jawa Timur Gugat UU Covid-19, Sebut Bertentangan dengan UUD 45
Pandemi Covid-19 disebut Ezgi Yaman, membuat lembaganya sulit untuk menjangkau anak-anak pengungsi dari Suriah. Pembatasan sosial membuat sekolah, yang merupakan salah satu lokasi survei, untuk sementara ditutup.