Suara.com - Perizinan perluasan kawasan Taman Impian Jaya Ancol yang dikeluarkan Gubernur Anies Baswedan menuai kontroversi. Bahkan karena cacat hukum, Anies disebut bisa dipenjara lima tahun karena mengeluarkan keputusan itu.
Hal ini dikatakan oleh Anggota DPRD Fraksi PDIP Jakarta Gilbert Simanjuntak. Menurutnya Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 237 Tahun 2020 tentang izin pelaksanaan perluasan kawasan Taman Impian Jaya Ancol tidak memiliki dasar hukum yang lebih tinggi sebagai turunan.
Dalam hal ini, harusnya Anies mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan zonasi. Selain itu tak ada juga berbagai kajian seperti analisis mengenai dampak lingkungan dan diskusi dengan kementerian.
Menurut Gilbert, SK Anies ini malah mengacu ke tiga aturan yang dianggap tak sesuai. Yakni UU 29 2007 tentang Keistimewaan DKI, UU no 23 2014 tentang Pemda dan UU no 30 2014 tentang administrasi pemerintahan.
Baca Juga: PDIP Anggap SK Anies Soal Reklamasi Ancol Cacat Hukum
"Kepgub 237 tahun 2020 tentang Reklamasi Ancol dan Dufan haruslah didasari oleh Perda Tentang RDTR dan Zonasi. Demikian juga sebelum Kepgub keluar, haruslah ada konsultasi teknis dengan Kementerian Kelautan, ada analisis dampak lingkungan dan sebagainya," ujar Gilbert saat dikonfirmasi, Rabu (8/7/2020).
Selain itu Gilbert mengaku heran proyek besar seperti ini dijalankan diam-diam begitu saja. Bahkan tak ada konsultasi dengan DPRD terkait hal ini.
"Kok bisa hal sebesar ini berjalan senyap," katanya.
Ia lantas khawatir adanya kepentingan lain dalam proyek ini. Gilbert mencontohkan kasus pembuatan regulasi yang cacat hukum berujung penjara juga pernah terjadi pada anggota DPRD Fraksi Partai Gerindra, Mohamad Sanusi yang sudah dibekuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dipenjara 7 tahun.
"Dulu kita ingat kasusnya Sanusi karena perdanya enggak jelas. Sekarang enggak ada perdanya dan saya ingat ada satu pasal di situ kesalahan dalam hal ini bisa berujung hukuman 5 tahun penjara," pungkasnya.
Baca Juga: Anies Dapat Kiriman Karangan Bunga Protes PPDB, Publik: Salah Alamat