Marah Jokowi Dibandingkan dengan Soeharto, KSP: Pak Harto Tak Terpublikasi

Rabu, 08 Juli 2020 | 05:05 WIB
Marah Jokowi Dibandingkan dengan Soeharto, KSP: Pak Harto Tak Terpublikasi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau Pasar Pelayanan Publik di Banyuwangi, Kamis (25/6/2020). (Foto dok. Biro Pers Sekretariat Presiden)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

"Jadi nilai-nilai kepemimpinan beliau kelihatan ketika beliau memperingatkan kabinetnya untuk bekerja lebih keras," katanya.

Sebelumnya, Director Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto mengungkapkan, aksi marah-marah Jokowi tidak mewakili prinsip Jawa yang mengedepankan kehalusan rasa. Menurut kutipan para ahli, semakin kuat seorang manusia Jawa, maka dia akan semakin halus dalam mengolah rasanya.

"Dia akan semakin damai dalam batinnya, yang akan terpencar dalam perilaku lair-nya," ungkap Wijayanto saat memaparkan dalam sebuah diskusi yang disiarkan langsung melalui YouTube LP3ES Jakarta, Senin (6/7/2020).

Sebagai pemimpin yang berasal dari Jawa, Wijayanto menilai seharusnya Jokowi tidak perlu memperlihatkan kekesalannya terhadap menteri yang membuatnya kecewa. Bersikap tenang dan langsung kepada keputusannya menurut ia lebih menunjukkan kekuatan Jokowi sebagai pemimpin.

Baca Juga: CEK FAKTA: Benarkah Presiden Jokowi Mengakui Marah-marahnya Pakai Teks?

"Dia (bisa) cukup tersenyum kepada menterinya yang dia nilai enggak bagus kinerjanya lalu dengan baik-baik mengatakan, maaf, anda kinerjanya buruk jadi saya reshuffle misanya atau bahkan tidak perlu mengatakan itu," ujarnya.

Wijayanto pun berusaha memberikan contoh sosok yang bisa merefleksikan manusia Jawa nan kuat, yakni Presiden ke-2 RI Soeharto. Pemimpin yang dikenal sebagai The Smiling General itu bisa menunjukkan kekuatannya hanya dengan sikap sederhana.

Ia mengajak kembali pada ingatan ketika Soeharto membredel Harian Kompas karena dianggap terlalu kritis terhadap pemerintahannya pada 1978. Saat itu Soeharto hanya tersenyum kepada salah satu pendiri Kompas, Jakob Oetama dan berkata "ojo meneh-meneh". Hanya tiga kata, tetapi membuat Jakob mengingatnya hingga puluhan tahun

"Singkat saja, lirih, tapi itu terngiang-ngiang di telinga Jakob Oetama sampai 2015 ketika Kompas ulang tahun ke-50," ungkapnya.

Wijayanto mengatakan publik hampir tidak pernah melihat Soeharto marah-marah di depan publik seperti apa yang dilakukan Jokowi. Justru kalau tokoh yang dijuluki Bapak Pembangunan itu menunjukkan emosinya, maka ia telah menunjukkan kelemahan.

Baca Juga: LP3ES: Reaksi Publik Bernada Negatif Jokowi Marahi Menteri

"Karena dalam budaya Jawa ketika seseorang tidak bisa mengontrol kata-katanya, intonasinya maka itu refleksi bahwa dia sudah lemah kekuasannya," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI