Suara.com - Pihak Istana seolah ingin menutup buku mengenai isu reshuffle yang sempat menguak karena disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memarahi jajaran menterinya dalam sidang kabinet 18 Juni 2020.
Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menilai tindakan tersebut menunjukkan sosok Jokowi sebagai pemimpin yang masih lemah terhadap jajaran menterinya.
Director Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto mengatakan, sikap Jokowi yang tidak bisa menahan amarahnya tersebut menunjukan betapa putus asanya melihat kinerja kabinet dalam penanganan Covid-19 yang tidak berjalan baik. Akan tetapi, ketika isu reshuffle diredam oleh pihak Istana, justru malah melihat Jokowi menjadi sosok yang lemah.
"Justru semakin menegaskan lemahnya Jokowi di hadapan para menterinya dan koalisi oligarki di belakang," kata Wijayanto saat menjelaskan melalui siaran langsung YouTube LP3ES Jakarta, Senin (6/7/2020).
Baca Juga: Soal AHY dan Sutrisno Bachir Diisukan Masuk Kabinet, Ini Respons Gerindra
"Jadi kalau misalnya sudah semarah itu, sudah se-desperate itu dari kinerja menterinya, tapi tetap saja tidak bisa mem-follow up dengan mengganti mereka," tambahnya.
Sikap Jokowi tersebut dipandangnya sebagai cerminan pribadi yang lemah. Karena, setelah berusaha memberikan ancaman kepada menterinya, Jokowi malah berupaya untuk menenggelamkan isu reshuffle.
"Jadi memang hanya orang lemah saja sebenarnya yang mengembalikan ancaman yang begitu serius akan mengganti atau mereshuffle tapi tidak bisa melakukannya," ucapnya.
Menurutnya, sosok pribadi kuat itu sebenarnya tidak perlu memberikan ancaman. Tetapi bisa dengan mengeluarkan kata-kata singkat namun mengandung kekuatan dari kekuasaannya.
"Ini yang terjadi adalah sebaliknya," pungkasnya.
Baca Juga: Riset LP3ES Sebut Kemarahan Jokowi Direspons Sentimen Negatif Publik
Untuk diketahui, ancaman Presiden Jokowi untuk mereshuffle kabinetnya disebut Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno sudah tak relevan lagi.