Suara.com - Palestina memperingatkan kepada Israel jika rencananya untuk mencaplok Tepi Barat, akan menimbulkan gelombang ketiga gerakan intifada, yang didukung oleh negara-negara barat.
Menyadur I24 News, Senin (6/7/2020), Nabil Shaath, penasihat utama Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, memperingatkan bahwa akan terjadi intifada ketiga, jika pemerintah Israel melanjutkan rencananya untuk mecatata Tepi Barat ke daftar daerahnya.
Intifada adalah gerakan perlawanan jalanan yang dilakukan oleh massa rakyat Palestina dari berbagai golongan: keagamaan, nasionalis, dan komunis.
Dalam intifada, biasanya massa rakyat melakukan demonstrasi disertai pelemparan batu kepada tentara Israel agar penjajah tersebut pergi.
Baca Juga: Tolak Bayar Pajak ke Israel, Gaji Ribuan Pegawai Palestina Dipangkas
Disebut intifada ketiga, karena gerakan itu sudah dua kali dilakukan. Intifada pertama terjadi tahun 1987 dan baru berakhir tahun 1993, dengan ditandatanganinya Persetujuan Oslo dan pembentukan Otoritas Nasional Palestina.
Intifada kedua atau disebut Intifadah Al Aqsa, adalah konflik berdarah Israel - Palestina yang dimulai pada 29 September 2000, ketika Perdana Menteri Israel Ariel Sharon dan rombongan sekitar 1.000 pihak bersenjata memasuki lingkungan Masjid Al Aqsa.
Intifadah ini berakhir pada 8 Februari 2005 setelah kedua pihak setuju berdamai.
Shaath mengatakan pada kantor berita France 24, faksi-faksi Palestina dari Fatah dan Hamas akan menyetujui pemberontakan rakyat kalau proyek kontroversial tersebut benar-benar terjadi.
"Ketika segalanya menyulut dan berubah menjadi intifada, kita akan melihat pasukan dari Gaza dan Tepi Barat bersatu," kata Shaath.
Baca Juga: Kecam Aneksasi Israel, Boris Johnson: Jangan Caplok Wilayah Tepi Barat
Penasihat Palestina tersebut juga mengatakan bahwa dia memperkirakan potensi pemberontakan akan didanai oleh negara-negara Arab.