Suara.com - Tak hanya jalur zonasi, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta yang menuai polemik karena seleksi usia. Jalur prestasi juga ikut dipermasalahkan orang tua murid.
Orang tua murid bernama Ratu Yunita menceritakan anaknya terpaksa mengurungkan niat masuk SMA negeri. Padahal ia memiliki nilai akhir sekolah sebesar 84.
Diketahui pada jalur prestasi PPDB DKI, siswa bersaing memperebutkan kursi di sekolah berdasarkan nilai akhir yang paling tinggi. Penentuannya berdasarkan nilai rapor 5 semester dikali akreditasi sekolah.
Ratu lantas menyoroti masalah akreditasi di sistem ini. Anaknya, kata Ratu bersekolah di salah satu SMP Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat yang memiliki nilai akreditasi 94.
Baca Juga: Kisah ABG Gagal PPBD Jakarta, Terlempar dari 10 SMA, Pasrah Masuk SMK
Ia menyebut anaknya tak muluk-muluk mengincar SMA negeri unggulan saat mendaftar. Namun, nama anaknya tetap saja terlempar dari sekolah yang diinginkan.
Alasannya, kata Ratu, akreditasi SMP anaknya kalah bersaing dengan SMP swasta yang memiliki grade akreditasi tinggi. Nilai akreditasi sekolah anaknya disebut salah satu yang paling tinggi di wilayahnya.
"Anak saya grade akreditasi kan 94 SMP Negeri lain yang bagus juga sama 94. Sementara kayak Al-Azhar (salah satu sekolah swasta) itu 99. Malah yang saya dengar ada swasta yang 100," kata Ratu saat dihubungi Suara.com, Kamis (2/7/2020).
Selain itu, ia juga mengeluhkan masalah kuota jalur zonasi yang hanya 20 persen dari daya tampung sekolah. Dari sekolah yang anaknya daftarkan, paling tinggi hanya menyediakan 30 kursi.
"Ada yang 14, 17 (kursi). Enggak ada yang sampai 50," jelasnya.
Baca Juga: Dampak Sistem Zonasi, SMP di Tulungagung Cuma Dapat 3 Calon Siswa
Karena itu, Ratu menganggap sistem akreditasi ini merugikan anak yang memiliki nilai tinggi tapi kalah di akreditasi sekolah. Ia menyebut sistem jalur prestasi ini hanya untuk sekolah swasta.