Jalur Zonasi Bina RW Sekolah Berpeluang Timbulkan Jual Beli Kursi

Rabu, 01 Juli 2020 | 16:50 WIB
Jalur Zonasi Bina RW Sekolah Berpeluang Timbulkan Jual Beli Kursi
Kolase foto orang tua murid demo PPDB Jakarta di Kemendikbud (Suara.com/Angga Budhiyanto)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dinas Pendidikan DKI Jakarta menambah jalur penerimaan peserta didik baru (PPDB) khusus melalui Jalur Zonasi Bina RW. Keberadaan jalur tersebut yang nantinya akan menambah jumlah kursi menjadi 40 buah per kelas SMA/SMK mendapat respon negatif dari Ombudsman.

Menurut Ombudsman Wilayah DKI Jakarta, hal tersebut justru malah membuka peluang jual beli kursi. 

Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah DKI Jakarta Teguh Nugroho mengatakan, Jalur Zonasi untuk Bina RW Sekolah itu diperbolehkan sesuai Peraturan Mendikbud Nomor 44 Tahun 2011. Akan tetapi, ia menganggap hal tersebut tidak solutif menyelesaikan masalah PPDB DKI Jakarta

"Kalau ditanya ini sesuai dengan kebutuhan warga ya tidak sesuai juga karena itu bukan penyelesaian yang solutif dan itu menimbulkan problema baru," kata Teguh saat menjelaskan melalui siaran langsung YouTube Ombudsman RI, Rabu (1/7/2020). 

Baca Juga: KPAI Minta Disdik DKI Jakarta Jangan Lihat Usia dalam Jalur Baru PPDB 2020

Teguh mengungkapkan penambahan empat kursi pada rombongan belajar (rombel) per kelas itu justru akan menjadi preseden buruk bagi sekolah-sekolah di daerah lain. Ia menyebut penambahan rombel itu telah menjadi akar permasalahan yang sering muncul selama ini. 

Permasalahan utama ialah penambahan rombel tersebut menjadi peluang adanya jual beli kursi yang dilakukan pihak sekolah. 

"Kalau Jakarta mendapatkan kompensasi seperti ini, ini artinya memeberikan justifikasi kepada sekolah-sekolah di daerah-daerah lain untuk menambah rombel," ujarnya. 

Selain itu, sarana dan prasarana sekolah juga akan ikut terdampak dari adanya penambahan rombel. Pertama, kalau ada penambahan rombel maka guru pun harus ditambah. 

Namun karena jumlah guru PNS yang terbatas, maka pihak sekolah akan merekrut tenaga honorer. Sedangkan anggaran untuk tenaga honorer pun tidak ada. Sehingga pihak sekolah akan mencari dengan sumbangan atau pungutan guna membayar para tenaga honorer. 

Baca Juga: KPAI Akan Sampaikan Aduan Terkait Polemik PPDB DKI Jakarta ke Kemendikbud

"Honorer anggarannya tidak ada, tidak bisa ngambil dari dana BOS, dana BOSnya tidak cukup, larinya ke sumbangan dan pungutan," ucapnya.  

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI