Suara.com - Seorang laki-laki bernama Hendra Suari kini harus meringkuk di penjara akibat mengaku-ngaku sebagai anggota buser.
Motif Hendra mengaku sebagai wartawan itu dilakukan agar bisa kencan gratis pekerja seks komersial yang masih di bawah umur berinisial VR (14). Bahkan, Hendra mengancam korban dengan memamerkan senjata airsoft gun agar bisa mendapatkan servis tambahan oral seks.
Dikutip Suara.com dari Sinar Lampung, Senin (29/6/2020), peristiwa itu berawal ketika VR bertemu dengan pelaku di sebuah kamar Pondok Idaman Simpang Lima Semper Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara, Sabtu (27/6/2020). Sebelum sampai ke lokasi pertemuan, kedua sempat berkenalan lewat aplikasi MiChat sekaligus melobi untuk bisa berhubungan badan dengan korban.
“Dari fakta dan bukti yang ditemukan, pelaku memegang kartu pers dan senjata (airsoft gun) secara ilegal yang digunakan untuk mengintimidasi korban,” kata Kapolsek Koja Kompol Cahyo.
Baca Juga: Kelab Malam di Jakbar, Awal Buronan FBI Medlin Bertemu Mucikari PSK Anak
Cahyo mengatakan, pihaknya masih mendalami kepemilikan kartu identitas wartawan yang dimiliki pelaku. Pelaku merupakan wartawan dengan wilayah kerja di daerah Cirebon.
“Dia mengakunya wartawan Cirebon,” katanya.
Terkait kepemilikan airsoft gun, Cahyo menjelaskan, pelaku mengaku pernah menjadi anggota klub menembak. Namun, setelah diperiksa polisi, surat izin tersebut ternyata sudah mati.
“Soft gun didapatkan dari mana? Dia ngaku anggota shooting club, di mana memang klub itu diperbolehkan memiliki (airsoft gun). Namun izin ketika kita periksa sudah mati,” jelas Cahyo.
Dalam aksinya, pelaku membawa sebuah mobil yang ditempeli stiker ‘Investigasi’. Pelaku sendiri sehari-hari bekerja sebagai mekanik.
Baca Juga: Mucikari Penyuplai PSK Anak Buronan FBI Ternyata Pernah Jadi Baby Sitter
“Kalau soal kendaraan yang menyerupai anggota itu, kendaraannya kita lihat STNK asli ada, tapi BPKB ngakunya masih di leasing. Pas kita periksa, nyatanya dia ini pekerjaan aslinya mekanik dan sudah berkeluarga juga,” katanya.
Korban dan pelaku saling kenal via aplikasi chatting. Awal mula korban dihubungi pelaku melalui aplikasi jejaring pesan berantai pada smartphone (MiChat).
“Jadi kenal di situ, dan bertransaksi untuk ketemu dengan imbalan Rp300 ribu di tempat kos di daerah Koja,” ujar Kapolsek.
Setelah keduanya bertemu di tempat yang telah ditentukan, pelaku kemudian mengeluarkan senjata airsoft gun dan mengaku sebagai anggota Buser (Buru Sergap). Korban merasa ketakutan hingga kemudian disetubuhi oleh pelaku.
“Setelah mereka bertemu di tempat kos, pelaku kemudian mengeluarkan senjata airsoft gun ini sambil memperkenalkan diri sebagai anggota Buser, anggota Buser dan punya kewenangan untuk menangkap korban. Dengan ancaman itu, korban ketakutan dan kemudian disetubuhi,” terang Cahyo.
Meski sempat ada transaksi soal uang, Cahyo menyebutkan pelaku pada kenyataannya tidak memberikan uang kepada korban. Pelaku justru mengeluarkan airsoft gun mirip pistol dan mengancam korban. Pelaku ditangkap polisi pada Jumat 26 Juni 2020 dini hari dengan barang bukti mobil ‘Buser’ hingga seragam warna cokelat menyerupai seragam Polri dan kartu pers.
Kapolsek menjelaskan pihaknya mendapatkan laporan dari VR (14) peristiwa terjadi di sebuah kamar Pondok Idaman Simpang Lima Semper Tugu Selatan, Koja.
“Pelaku sempat mengaku sebagai buser dan ketika kami lakukan penangkapan ada kartu Pers. Bahkan usai memakai paket jasa yang disepakati, pelaku meminta tambahan oral seks. ngaku dari buser. Sepertinya itu agar pelaku tidak bayar,” ujar Kapolsek.
Cahyono membenarkan Vr masih dibawah umur. VR masih berstatus pelajar yang berprofesi sebagai PSK.
“Korban mengaku salah pergaulan. Kami mengimbau, orang tua untuk mengawasi putra-putrinya di dalam menggunakan aplikasi,” jelas Kapolsek.
Dari pengungkapan kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa satu pucuk senjata airsoft gun warna hitam merk Baretta, satu buah magazin, 16 butir ball bulet yang terbuat dari logam, satu buah buku identitas pemilik senjata dan kartu anggota Satria Shooting Club.
Atas perbuatannya itu, Hendra dijerat Undang Undang Perlindungan Anak dan Pasal 1 ayat 1 UU RI Nomor 12 tahun 1951 tentang UU Darurat dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.