Kira-kira Bakal Begini Gaya Liburan Masyarakat pada Era New Normal

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 29 Juni 2020 | 01:05 WIB
Kira-kira Bakal Begini Gaya Liburan Masyarakat pada Era New Normal
Ilustrasi liburan, travelling bersama keluarga. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Badan Pariwisata PBB, UNWTO, memperkirakan jumlah wisatawan internasional tahun ini berkurang antara 850 juta hingga 1,1 miliar orang akibat wabah virus corona.

Berkurangnya jumlah wisatawan diperkirakan menimbulkan kerugian antara US$910 miliar hingga US$1,2 triliun.

Pandemi membuat banyak wisatawan mengurungkan liburan, seperti warga Denmark, Arnakkuluk Kleist, dan keluarganya.

Pembatalan liburan di Prancis dan rencana menengok keluarga di Amerika Serikat sempat membuat anak perempuannya sangat kecewa.

Baca Juga: Diterpa Isu Perceraian, Intip Foto Liburan Laudya Cynthia Bella Tanpa Suami

"Ski di Prancis dan menengok saudara di Amerika semuanya dibatalkan ... anak-anak sangat kecewa," ujar Kleist.

Di tengah ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir, banyak pihak melakukan penyesuaian di era yang sekarang biasa disebut sebagai "new normal".

Diharapkan, dengan adanya penyesuaian ini, orang tetap bisa liburan atau jalan-jalan dan industri pariwisata lambat laun bisa pulih.

Berwisata di dalam negeri

Wabah virus corona memaksa banyak negara mengharuskan pendatang dari luar negeri untuk melakukan isolasi mandiri.

Baca Juga: Harga Outfit Georgina Rodriguez saat Liburan, Kaus Kaki Saja Rp 2,4 Juta

Lama isolasi biasanya sekitar 14 hari.

Ketentuan ini biasanya tak berlaku bagi mereka yang berasal dari negara dengan angka kasus rendah, atau dari negara yang dianggap sudah bisa menekan wabah.

Pembatasan berupa isolasi mandiri membuat berkunjung atau jalan-jalan keluar negeri tidak lagi menjadi menyenangkan.

Karena itulah Kleist kali ini memutuskan untuk berwisata di dalam negeri.

Kleist dan pasangannya berkunjung ke satu peternakan domba di Nuuk, Greenland Selatan, beberapa tahun lalu dan berencana untuk kembali lagi ke sana bulan Juli ini.

Kali ini mereka berencana membawa anak-anak.

"Musim panas di Nuuk suasananya sangat berbeda. Saat berada di sana [beberapa tahun lalu] kami mengatakan kami harus membawa anak-anak ke sini suatu saat nanti," kata Kleist.

"Sekarang inilah saat yang tepat," katanya.

Dr Hayley Stainton, penulis blog dan guru sekolah yang banyak mengajar tentang pariwisata, mengatakan sekarang ini makin banyak turis yang tertarik berkunjung ke pedesaan atau ke ladang-ladang pertanian.

Namun ia mengingatkan kunjungan ke wilayah pedesaan bisa berdampak negatif.

"Tak masalah jika pedesaan tersebut ada di negara dengan wilayah luas seperti Australia, India, atau Amerika Serikat," kata Stainton.

Tapi bagi negara-negara kecil seperti Inggris misalnya, kunjungan wisatawan dalam jumlah besar ke satu pedesaan bisa menjadikan desa itu tiba-tiba menjadi sangat ramai dan sibuk.

Lonjakan pengunjung bisa menyebabkan kemacetan lalu lintas lokal.

Terlepas dari potensi dampak negatif ini, sejumlah negara mendorong wisata di dalam negeri.

Pemerintah Jepang misalnya meluncurkan diskon bagi pelancong, sementara Yunani menawarkan potongan pajak bagi para pelaku sektor pariwisata.

Menghadirkan suasana tujuan wisata

Danyanita Singh, fotografer dan perupa dari New Delhi memiliki kiat sendiri dalam mengatasi pembatasan perjalanan di era 'new normal'.

Ia sadar dalam situasi ini, banyak negara yang masih menutup bagi wisatawan asing, namun pembatasan perjalanan bukan akhir dari segala-galanya.

"Katakanlah kita ingin ke Venesia, Italia, namun itu jelas tidak dimungkinkan saat ini ... mengapa kita tak menghadirkan suasana Venesia di rumah kita?" katanya.

"Lakukan riset tentang tujuan wisata yang ingin kita kunjungi. Sekarang kita tak bisa pergi, ketika saatnya nanti kita ke sana, setidaknya kita sudah punya lebih banyak informasi tentang daerah wisata yang kita kunjungi," ujar Singh.

Justin Francis, direktur Responsible Travel di Inggris, sepakat dengan pandangan tersebut.

Ia mengatakan riset atau mencari informasi akan menambah wawasan.

"Kita mungkin akan mendapatkan pengalaman yang lebih memuaskan ... kita tahu tempat-tempat makan yang enak, hotel yang bagus, pasar cenderamata [yang murah], dan sebagainya," kata Francis.

Ia meminta uang yang dibelanjakan para wisatawan sebisa mungkin masuk ke para pemain wisata lokal.

Dr Hayley Stainton, penulis blog wisata, mengatakan setekah lockdown berakhir, mungkin kita akan makin nyaman dan percaya diri jalan-jalan, tanpa harus bergantung pada paket yang ditawarkan biro perjalanan.

"Orang-orang bosan dengan paket perjalanan tradisional," kata Stainton.

"Selama lockdown kita makin banyak menggunakan teknologi, orang-orang lebih banyak melakukan riset, memesan tiket dan hotel secara mandiri ... ke depan hal seperti ini akan makin sering kita lakukan," kata Stainton.

Karantina wilayah membuat mobilitas manusia berkurang drastis.

Situasi ini menyebabkan tingkat polusi turun secara tajam di banyak tempat.

Minimnya aktivitas manusia membuat binatang-binatang liar leluasa berkeliaran, fenomena yang layak disambut baik.

Dr Hayley Stainton mengatakan wabah telah meningkatkan kesadaran akan pentingnya wisata yang memperhatikan kelestarian lingkungan.

Dan bagi keluarga Arnakkuluk Kleist, saat ini adalah saat yang ideal untuk "kembali ke alam".

"Anak saya tak banyak tahu soal peternakan domba ... ini akan menjadi sesuatu yang menyenangkan baginya," kata Kleist.

"Kami duduk semeja, menggelar peta, dan menjelaskan jalan-jalan di Greenland."

"Kita akan naik pesawat ke sana, kemudian menggunakan perahu untuk mencapai tujuan. Anak-anak senang sekali," katanya.

REKOMENDASI

TERKINI