Suara.com - Di bagian barat Myanmar, di daerah Rakhine dan Chin sekitar 1,4 juta warga tak bisa mengakses internet. Mereka terkekang sejak 2019 dengan alasan perang anti-separatisme.
Menyadur DW pada Jumat (26/06/2020), kondisi ini mempersulit mereka untuk mengakses informasi penting tentang kesehatan dan Covid-19 secara online.
150 peserta forum online dalam Koalisi Kebebasan Berekspresi Myanmar mengatakan warga di dua negara ini tidak dapat mengakses informasi kesehatan tanpa akses internet. Koalisi juga meminta WHO untuk mendesak pemerintah Myanmar untuk mengakhiri penutupan ini.
"Di sejumlah wilayah, penduduk bahkan tidak menyadari adanya pandemi Covid-19 secara global, karena mereka tidak bisa mengakses informasi terkini secara online," kata Htaike Aung, Direktur LSM Myanmar ICT for Development Organization (MIDO) pada DW.
Baca Juga: Perangi Narkoba, Polisi Myanmar Sita Ratusan Kilogram Heroin dan Sabu
Human Rights Watch (HRW) mengatakan penutupan itu menghambat distribusi bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan dan menyulitkan LSM untuk memastikan keselamatan staf mereka.
Phil Robertson, wakil direktur HRW di Asia mengatakan larangan internet yang sedang berlangsung ini menunjukkan "pengabaian secara ceroboh" oleh pemerintah Myanmar atas kehidupan orang-orang di daerah yang terkena dampak di negara bagian Rakhine dan Chin.
"Bagaimana lagi seseorang bisa menafsirkan tindakan memalukan oleh pemerintah ini. Mereka menghalangi informasi yang diperlukan lembaga-lembaga kemanusiaan untuk menyediakan makanan dan bantuan lainnya," ujar Robertson.
Phil Robertson juga mengeluh bahwa pemutusan akses internet ini juga menghalangi orang-orang untuk belajar tentang Covid-19 dan penyebarannya.
"Regulator sipil yang memberlakukan larangan internet ini. Suu Kyi harus menghadapi tekanan bersama dari komunitas internasional sampai dia setuju untuk memerintahkan internet dihidupkan kembali di area ini," kata Robertson.
Baca Juga: Polisi Myanmar Sita Pabrik Obat-obatan Terlarang Terbesar di Asia Tenggara
Otoritas Myanmar memblokir akses internet di sembilan kota di Rakhine dan Chin pada 21 Juni 2019, dengan alasan keamanan. Kelompok etnis pemberontak di Myanmar barat sedang perang dengan militer untuk otonomi yang lebih besar selama beberapa tahun.