Suara.com - Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting kembali menjalani sidang gugatan atas Surat Keputusan (SK) pemberhentian dirinya yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (24/6/2020).
Dalam sidang kali ini, Evi mendatangkan mantan Ketua Mahkamah Agung Hamdan Zoelva dan pihak lainnya untuk menjadi saksi ahli.
Para saksi diberikan kesempatan oleh majelis hakim PTUN untuk menjelaskan secara komprehensif mengenai putusan DKPP Nomor 317 Tahun 2020 dan SK Presiden yang memberhentikan Evi dari jabatan anggota KPU RI. Hamdan dalam kesempatannya menjelaskan kalau putusan DKPP tersebut cacat hukum dan tidak sah.
Sebab, ada dua masalah yang terkandung dalam putusan tersebut yakni aduan sudah dicabut oleh pengadu dan keputusannya diambil majelis DKPP tidak memenuhi kuorum.
Baca Juga: Jokowi Batal Banding Putusan PTUN, Jubir Sebut Lebih Baik Fokus ke Pandemi
"Pertama, aduan sudah dicabut kok di proses? Itu jadi problem. Kedua, peraturan DKPP menyebut kuorum itu minima 5 (anggota majelis), sementara keputusan diambil hanya 4 orang, menurut hukum, itu batal," kata Hamdan dalam keterangan pers yang diterima Suara.com, Kamis (25/6/2020).
"Karena peraturan DKPP itu adalah Undang-undang bagi DKPP sehingga posisinya sangat tinggi. Jadi ketika kurang kuorumnya maka putusan itu sendiri tidak sah," tambahnya.
Hamdan juga mengatakan kalau PTUN bisa menjadikan keputusan DKPP itu menjadi objek materil meskipun objek gugatan dari Evi adalah SK Presiden atas pemberhentian tetap dirinya. Menurutnya, pengadilan harus memeriksa dan menilai keseluruhan dari proses keluarnya putusan DKPP tersebut.
Kemudian Hamdan juga menyebutkan kalau Presiden hanya bertindak administratif dengan melaksanakan rekomendasi DKPP. Presiden tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa secara materil putusan DKPP itu, akan tetapi hanya melaksanakan rekomendasi semata.
Dengan begitu, majelis hakim punya kuasa dan wewenang untuk memeriksa materi putusan DKPP Nomor 317 Tahun 2020 dengan tetap menjadikan SK Presiden sebagai objek formilnya.
Baca Juga: Hakim PTUN Jakarta Nyatakan Presiden dan Menkominfo Langgar Hukum
"Karena seluruh proses persidangan di DKPP tidak sah secara hukum, maka seharusnya posisi Evi Novida Ginting Manik sebagai anggota KPU RI harus dipulihkan," ujarnya.
Selain Hamdan, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini juga ikut hadir memberikan kesaksiannya. Titi mengimbau kepada Presiden dan DPR agar menunda proses proses penggantian antar waktu (PAW) anggota KPU RI.
Hal itu disampaikannya demi kepastian hukum dan keadilan bagi Evi.
"Presiden dan DPR jangan tergesa-gesa melakukan PAW. Kalau ternyata putusan PTUN berbeda dengan langkah yang dilakukan presiden (Evi Novida memenangkan gugatan di PTUN)," ucap Titi.
"Demi kepastian hukum dan rasa keadilan penggugat sebaiknya proses PAW ditunda. Kalau penggugat menang di PTUN, mau tidak mau presiden harus menindaklanjuti dan melaksanakan putusan PTUN," tambahnya.
Selain Hamdan dan Titi, Evi juga turut menghadirkan saksi lainnya yakni Panitera Mahkamah Konstitusi Zainal Arifin Hoesein, Pakar Hukum Administrasi Negara dari Universitas Indonesia Harsanto dan Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari.
Ketua KPU RI Arief Budiman, anggota KPU RI Ilham Saputra dan Viryan juga ikut hadir untuk menyaksikan jalannya persidangan mendengarkan keterangan saksi ahli penggugat.