29 Kawasan Konservasi Kembali Dibuka dengan Protokol Khusus, Ini Daftarnya

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 25 Juni 2020 | 10:33 WIB
29 Kawasan Konservasi Kembali Dibuka dengan Protokol Khusus, Ini Daftarnya
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat, termasuk kawasan konservasi yang dibuka untuk umum dengan penerapan protokol pencegahan COVID-19. (ANTARA/HO-KLHK)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengizinkan pembukaan 29 kawasan konservasi untuk umum, namun dengan menerapkan pembatasan pengunjung dan pendaftaran pengunjung via daring sesuai dengan protokol pencegahan penularan COVID-19.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno dalam siaran pers kementerian di Jakarta, Kamis (25/6/2020), menjelaskan bahwa kawasan konservasi seperti taman nasional (TN), taman wisata alam (TWA), dan suaka margasatwa (SM) yang diperbolehkan menerima kunjungan telah menyusun protokol kunjungan sesuai protokol pencegahan COVID-19.

Protokol kunjungan ke kawasan konservasi mencakup pembatasan jumlah pengunjung dimulai dari sekitar 10 sampai 30 persen dari rata-rata jumlah pengunjung tahun lalu dan kemudian secara bertahap dapat ditingkatkan sampai maksimal 50 persen dari rata-rata jumlah pengunjung tahun lalu berdasarkan hasil evaluasi.

Protokol kunjungan terperinci disusun berdasarkan kondisi spesifik kawasan konservasi dengan mengacu pada protokol pencegahan penularan COVID-19 yang mencakup pembatasan jarak, pemeriksaan kesehatan (berdasar surat sehat), penggunaan masker, penyediaan fasilitas untuk cuci tangan, pemeriksaan suhu tubuh, dan pembatasan kegiatan pendakian hanya satu hari.

Baca Juga: Trenggiling Dihapus dari Daftar Obat, Lembaga Konservasi Sambut Positif

Selain itu, pengelola harus melakukan simulasi, uji coba, pelatihan, serta sosialisasi mengenai penerapan protokol pencegahan COVID-19 dan protokol kunjungan ke kawasan konservasi untuk memastikan seluruh petugas serta pihak terkait seperti aparat kepolisian, TNI, pemerintah desa, dan pemerintah kecamatan memahami dan mendukung pelaksanaannya.

Pengelola kawasan konservasi, menurut Wiratno, akan mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah setempat dalam menjalankan upaya pengamanan dan pengendalian kesehatan, menyediakan layanan pendaftaran pengunjung via daring, serta mengaktifkan layanan Call Center untuk masyarakat.

Wiratno menyatakan, sanksi dapat diberikan kepada pengunjung atau siapa pun yang tidak mematuhi protokol kunjungan yang ditetapkan. Sanksi bisa berupa pelarangan masuk ke kawasan konservasi atau keharusan melakukan kerja sosial seperti menyemai bibit, menanam pohon, membersihkan kawasan, mengumpulkan sampah, serta mengunggah konten promosi konservasi di media sosial.

Pembukaan kembali kawasan konservasi harus dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor SE.9/KSDAE/PJLHK/KSA.3/6/2020 tanggal 23 Juni 2020 tentang Arahan Pelaksanaan Reaktivasi Bertahap di Kawasan Taman Nasional, Taman Wisata Alam, dan Suaka Margasatwa untuk Kunjungan Wisata Alam pada Masa New Normal Pandemi COVID-19.

Wiratno mengatakan, pelaksana lapangan harus melakukan koordinasi dan konsultasi intensif dengan Posko Tanggap Darurat COVID-19 di wilayah masing-masing untuk mengetahui perkembangan situasi penularan COVID-19 di daerah setempat, yang akan menjadi masukan dalam menerapkan aturan kunjungan.

Baca Juga: Belum Mereda, Gelombang Tinggi Ancam Konservasi Penyu di Pantai Trisik

"Langkah ini harus dan perlu dilakukan karena dibuka atau tidaknya TN/TWA/SM untuk kunjungan wisata adalah mendasarkan pada rekomendasi dari Satgas COVID-19 setempat dan rekomendasi/arahan Gubernur atau Walikota/Bupati," katanya.

Selain itu, pengelola kawasan konservasi mesti bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, puskesmas, rumah sakit, klinik kesehatan, dan dokter untuk merencanakan penerapan Protokol Kesehatan serta bekerja sama dengan instansi pemerintah daerah dan instansi terkait lain dalam merencanakan pelatihan tanggap darurat bencana.

Wiratno menambahkan, tim kecil bentukan KLHK akan melakukan pemantauan dan evaluasi berkala untuk membuat keputusan mengenai pelanjutan pembukaan kawasan konservasi.

29 Kawasan Konservasi

Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.261/MENLHK/KSDAE/KSA.0/6/2020 tanggal 23 Juni 2020, maka Balai Besar/Balai Taman Nasional dan Konservasi Sumber Daya Alam telah melaporkan kesiapan untuk membuka kembali 29 kawasan konservasi untuk umum.

Kawasan konservasi yang sudah siap dibuka kembali dengan penerapan pembatasan antara lain TN Kepulauan Seribu, TN Gunung Halimun Salak, TN Gunung Gede Pangrango, TN Gunung Ciremai, TN Gunung Merbabu, TN Gunung Merapi, TN Bromo Tengger Semeru, TN Alas Purwo, TN Meru Betiri, TN Bali Barat, TN Kutai, dan TN Tambora.

TN Gunung Rinjani, TN Manupeu Tandaru, TN Laiwangi Wanggameti, TN Kelimutu, TN Kepulauan Komodo, TWA Angke Kapuk, TWA Gunung Papandayan, TWA Cimanggu, TWA Kawah Gunung Tangkuban Perahu, TWA Guci, TWA Telogo Warno/Pengilon, TWA Grojogan Sewu, TWA Kawah Ijen Merapi Ungup-Ungup, TWA Pulau Sangalaki, TWA Lejja, TWA Manipo, dan TWA Riung 17 Pulau juga sudah siap dibuka untuk umum.

Pembukaan kembali kawasan konservasi disesuaikan dengan tata waktu yang telah disusun oleh masing-masing pengelola taman nasional, taman wisata alam, dan suaka margasatwa.

Menurut Wiratno, pembukaan kembali kawasan konservasi pada tahap pertama dimulai dari pertengahan Juni sampai pertengahan Juli 2020.

"Konkret pelaksanaan pembukaan harus secara teknis mengikuti perkembangan dinamika COVID-19," demikian Wiratno.

Sumber: Antara

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI