Suara.com - Panglima Serdadu eks Trimatra, Ruslan Buton mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri terkait kasus surat terbuka yang berisi pesan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur dari jabatannya.
Kini, gugatan praperadilan yang diajukan Ruslan Buton memasuki tahap akhir. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan menggelar sidang putusan praperadilan yang akan berlangsung pada Kamis (25/6/2020) dan dijawalkan pukul 10.00 WIB.
"Jam 10.00 WIB pembacaan putusan," kata Tim kuasa hukum Ruslan, Tonin Tachta kepada Suara.com, Kamis pagi.
Berikut perjalan kasus yang merundung pecatan TNI tersebut:
Baca Juga: Kubu Ruslan Buton Bongkar Kejanggalan Alat Bukti Polisi
Satgassus Merah Putih bersama Polda Sultra dan Polres Buton menangkap eks TNI AD bernama Ruslan alias Ruslan Buton di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5).
Dikutip dari Antara, Ruslan ditangkap setelah membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk rekaman suara pada 18 Mei 2020 dan kemudian rekaman suara itu menjadi viral di media sosial.
Ruslan Buton diketahui adalah mantan perwira menengah di Yonif RK 732/Banau dengan pangkat terakhirnya Kapten Infanteri. Ketika menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, Ruslan terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017.
Pengadilan Militer Ambon memutuskan hukuman 1 tahun 10 bulan penjara dan pemecatan dari anggota TNI AD kepada Ruslan pada 6 Juni 2018 lalu.
Setelah dipecat, Ruslan membentuk kelompok mantan Prajurit TNI dari tiga matra, darat, laut, dan udara yang disebut Serdadu Eks Trimatra Nusantara. Ruslan mengaku sebagai Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara.
Baca Juga: Kuasa Hukum Ruslan Buton: Kalau Besok Kalah, Praperadilan Lagi
Di rekamannya, Ruslan mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut Ruslan, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," ujar Ruslan dalam rekaman suaranya.
Dari hasil pemeriksaan awal, Ruslan mengaku rekaman suara yang meminta Presiden Jokowi mundur itu adalah suaranya sendiri. Dia kemudian menyebarkannya rekaman suaranya ke grup WhatsApp (WA) Serdadu Eks Trimatra hingga akhirnya viral di media sosial.
Terkait hal tersebut, dia mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan dirinya sebagai tersangka. Tonin sekalu kuasa hukum menyebut, gugatan praperadilan itu telah didaftarkan ke PN Jakarta Selatan pada Selasa (2/6/2020) lalu.
Dalam surat permohonan praperadilan yang dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, setidaknya ada tujuh petitum yang dicantumkan. Ketujuh petitum itu, yakni:
Pertama, kuasa hukum Ruslan Buton meminta majelis hakim mengabulkan gugatan permohonan praperadilan seluruhnya;
Kedua, menyatakan termohon (dalam hal ini Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri) tidak memiliki dua alat bukti yang sah dalam penetapan status tersangka;
Ketiga, menyatakan tidak sah penetapan tersangka berdasarkan Laporan Polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 Selaku Pelapor Sdr. Aulia Fahmi;
Keempat, menyatakan batal SURAT KETETAPAN Nomor: S.Tap/73/V/2020/Dittipidsiber tanggal 26 Mei 2020 dengan Tersangka Ruslan alias Ruslan Buton;
Lima, melepaskan tersangka Ruslan alias Ruslan Buton dari penahanan;
Enam, menghentikan Perkara Pidana berdasarkan Laporan Polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 Selaku Pelapor Sdr. Aulia Fahmi;
Tujuh, merehabilitasi nama baik dan kedudukan Ruslan alias Ruslan Buton.
"Demikian permohonan praperadilan ini kami mohonkan untuk dikabulkan oleh Yang Mulia Hakim Tunggal," begitu isi tujuh petitum seperti dikutip suara.com.
Sidang Perdana
Sidang gugatan praperadilan perdana digelar di PN Jakarta Selatan pada Rabu (10/6/2020). Hanya saja sidang ditunda lantaran perwakilan dari Bareskrim Polri selaku pihak tergugat tidak hadir dalam persidangan.
Terkait hal itu, Mabes Polri buka suara terkait ditundanya persidangan perdana tersebut. Pihak mabes Polri mengkalim alasan ketidakhadirannya selaku pihak tergugat lantaran masih melengkapi sejumlah berkas yang dibutuhkan dalam persidangan.
"Hal tersebut sudah dikoordinasikan sebelumnya, karena tim kuasa hukum Polri masih melengkapi administrasi kelengkapan sidang dan masih menyusun materi untuk persidangan," kata Awi di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (11/6/2020).
Sidang dengan agenda pembacaan permohonan itu akhirnya digelar pada Rabu (17/6/2020). Kepada Majelis Hakim Hariyadi, Tonin meminta agar penetapan status tersangka Ruslan Buton dicabut dan segera dibebaskan dari tahanan.
Tonin mengemukakan sejumlah alasan mengapa penetapan status tersangka terhadap Ruslan Buton itu dinilai tidak sah. Pertama, Rulsan Buton disebut tidak pernah diperiksa terlebih dahulu sebelum ditetapkan sebagai tersangka, syarat minimal adanya dua alat bukti tidak terpenuhi, dan tidak adanya surat berita acara penangkapan dari pihak Polri saat melakukan penangkapan terhadap Ruslan Buton pada, tanggal 28 Mei 2020.
"Cukup alasan tentang tidak sahnya penetapan tersangka akibat aspek formil tidak adanya dua alat bukti yang sah yang dimiliki sesuai dengan Laporan Polisi Nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 Sdr. AULIA FAHMI SH dengan terlapor adalah Ruslan Buton," kata Tonin dalam persidangan.
Polisi: Penetapan Tersangka Sesuai Prosedur
Pada satu sisi, tim kuasa hukum Mabes Polri berdalih bahwa proses penyelidikan, penyidikan hingga penetapan status tersangka Ruslan telah sesuai prosedur. Sehingga, mereka meminta agar majelis hakim menolak permohonan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Ruslan Buton terkait kasus ujaran kebencian kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
"Mohon berkenan majelis hakim menolak permohonan Pemohon (Ruslan Buton) sebagaimana terdaftar dalam register perkara Nomor: 62/Pid.Pra/2020/PN.Jkt.Sel atau setidaknya menyatakan permohonan Pemohon Praperadilan tidak dapat diterima," kata tim kuasa hukum Mabes Polri dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (19/6/2020).
Tim kuasa hukum Mabes Polri menilai bahwa penanganan perkara kasus ujaran kebencian yang dilakukan Ruslan Buton berawal atas adanya Laporan Polisi Nomor: LP/271/V/2020/Bareskrim tertanggal 22 Mei 2020 atas nama pelapor Aulia Fahmi, S.H. Atas laporan itu selanjutnya penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan ahli.
Saksi-saksi yang diperiksa di antaranya Aulia Fahmi, Muanas Alaidid, dan Husin Shahab. Sedangkan ahli yang diperiksa di antaranya ahli Bahasa Andika Dutcha Bachar, ahli Sosiologi Trubus Rahardiansyah, dan ahli Hukum Pidana Effendy Saragih.
Kemudian, pada tanggal 26 Mei 2020 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dipimpin oleh Kasubdit I melakukan gelar perkara. Hasilnya, menyatakan telah terpenuhi lebih dari dua alat bukti yaitu keterengan saksi, ahli, barang bukti/surat dan persesuaian antara keterengan saksi, ahli dan surat untuk meningkatkan status tersangka terhadap Ruslan Buton.
Selanjutnya, pada tanggal 28 Mei 2020 Ruslan Buton pun ditangkap di kediamannya yang berada di Desa Wabula 1 Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.
Tim kuasa hukum Mabes Polri berdalih, bawah penangkapan itu juga telah berdasar pada Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap/71/V/2020/Dittipidsiber sesuai ketentuan Pasal 17 KUHAP dengan prosedur sebgaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 1 KUHAP.
Ruslan Buton Tak Hadir Saat Sidang
Tim kuasa hukum Ruslan meminta kliennya untuk dihadirkan dalam persidangan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Mereka menilai bahwa majelis hakim perlu mendengarkan keterangan Ruslan Buton untuk mengetahui sah atau tidaknya penetapan status tersangka yang diberikan oleh Polri atas kasus ujaran kebencian terhadap Presiden Jokowi.
"Kami tetap meminta hakim memerintahkan kepada penyidik untuk menghadirkan tersangka," kata Tonin dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (19/6/2020).
Sementara itu, tim kuasa hukum Polri menyampaikan penolakan atas permintaan tim kuasa hukum Ruslan Buton. Mereka menyatakan tidak akan menghadirkan Rulsan Buton dalam persidangan.
"Kami telah sepakat tentang kehadiran tersangka dengan demikian kami tetap pada pendapat kami tidak akan menghadirkan tersangka," kata Zusana Dias.
Atas hal itu, Majelis Hakim Hariyadi mempersilakan agar Ruslan Buton dihadirkan dalam persidangan. Namun, hal itu sepenuhnya diserahkan kepada kuasa hukum Polri.
"Hakim sudah menyampaikan kalau memang ada waktunya silakan dihadirkan. Silakan termohon dilanjutkan dan tanya kepemimpinan dibuat secara tertulis apa tanggapannya," ujar hakim Hariyadi.
Penyerahan Kesimpulan
Pada Selasa (23/6/2020), PN Jakarta Selatan kembali menggelar sidang gugatan praperadilan dengan agenda penyerahan kesimpulan dari pihak penggugat yakni Ruslan Buton dan Polri selaku tergugat.
Tachta mengatakan, kesimpulan yang pihaknya ajukan harus dikabulkan oleh hakim. Alasannya, Ruslan Buton belum pernah sekali pun diperiksa sebagai penetapan status tersangka dalam kasus ini.
"Jadi kesimpulan tidak dibacakan, kami menyerahkan kesimpulan begitu juga termohon. Tapi intinya kalau kesimpulan kami ya harus kabul, kenapa? Karena jelas Ruslan Buton tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka," ucap Tonin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tonin mengatakan, penetapan status tersangka harus terlebih dahulu melalui pemeriksaan sebagai calon tersangka. Selain itu, merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 21//PUU-XII2014, seseorang bisa ditetapkan sebagai tersangka jika mempunyai dua alat bukti yang mencukupi.
Tonin juga optimis jika gugatan yang dilayangkan bakal dikabulkan oleh hakim. Jika kesimpulan praperadilan yang mereka ajukan ditolak, maka pihaknya akan kembali mengajukan praperadilan lanjutan.
Kalau besok kalah, besok aku praperadilan lagi," beber Tonin.
Tonin kemudian menyayangkan mengapa Ruslan Buton tidak dihadirkan dalam persidangan. Dia curiga jika pihak termohon, dalam hal ini Polri takut kalau Ruslan bakal 'nyanyi' terkait kasus yang merundungnya.
"Kalian bisa lihat kenapa Ruslan Buton tidak dihadirkan? Apa masalahnya? Takut Ruslan Buton nyanyi? Memang dia penyanyi," sambungnya.
Tonin melanjutkan, apa yang dilakukan kliennya dalam kasus ini tidak membikin keonaran. Hal itu diketahui seusai para saksi yang dihadirkan oleh pihak pemohon tidak merasa keberatan dan dirugikan atas surat terbuka yang dibuat Ruslan Buton kepada Jokowi.
"Satu lagi katanya onar. Dimana onarnya? Tertib saja. Apapun keputusannya, Ruslan harus menang," pungkas Tonin.