Komisioner Komnas Perempuan: Sekolah Tak Boleh Memaksa Siswi Pakai Gamis

Rabu, 24 Juni 2020 | 21:51 WIB
Komisioner Komnas Perempuan: Sekolah Tak Boleh Memaksa Siswi Pakai Gamis
Ilustrasi gamis anak. (Suara.com/Firsta Nodia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejumlah sekolah mewajibkan siswi memakai seragam gamis. Kebijakan itu menuai protes dari sejumlah kalangan termasuk orang tua murid karena diskriminatif.

Aktivis perempuan dan Hak Asasi Manusia (HAM) Gayatri Wedotami sampai melayangkan surat terbuka kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim terkait adanya kebijakan sekolah tersebut.

Aktivis perempuan surati Mendikbud soal aturan seragam busana muslim bagi siswi (Facebook).
Aktivis perempuan surati Mendikbud soal aturan seragam busana muslim bagi siswi (Facebook).

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi mengatakan bahwa negara tak boleh memaksa murid memakai seragam model busana keagamaan tertentu.

"Negara tidak boleh melarang siswi memakai pakaian sesuai keyakinan keagamaannya, sekaligus tidak boleh memaksa memakai pakaian berdasarkan agama atau tafsir keagamaan tertentu," kata Aminah kepada Suara.com, Rabu (24/6/2020).

Baca Juga: Aktivis Keluhkan Paksaan Seragam Gamis, Ini Tanggapan Kemendikbud

Dia menuturkan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 45 tahun 2014 pasal 3 ayat 4 menyebutkan sekolah berwenang mengatur pakaian seragam murid-muridnya. Namun sekolah harus tetap memperhatikan hak setiap warga untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing.

Melalui peraturan ini, siswi muslim yang ingin mengenakan pakaian seragam khas muslimah dijamin haknya sebagai warga negara. Namun yang terjadi sebaliknya. Sejumlah sekolah mengeluarkan surat edaran yang mewajibkan atau menganjurkan siswi menggunakan jilbab.

Walau bersifat menganjurkan, peer preasure group, guru maupun streotipe yang terbangun bahwa jilbab diindentikkan dengan keberhasilan pendidikan agama, menjadikan jilbab layaknya seragam wajib sekolah.

"Ya ini diskriminatif karena sekolah melakukan favoritsm terhadap agama atau tafsir keagamaan," ujarnya.

Selain memperhatikan hak beragama/berkeyakinan, hak berekpresi, sekolah atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga harus memperhatikan hak anak. Yaitu hak keselamatan dan partisipasinya. Seperti kasus siswa-siswi SMPN 1 Turi, Sleman, Yogyakarta yang hanyut di sungai saat kegiatan pramuka.

Baca Juga: Respons Surat Terbuka Soal Seragam Gamis, Kemendikbud: Kirim ke Sekolah

"Umumnya siswi yang hanyut itu karena mereka memakai rok lebar di acara susur sungai," tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI