Trend Asia Sebut Pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 Dipaksakan Saat Pandemi

Selasa, 23 Juni 2020 | 18:38 WIB
Trend Asia Sebut Pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 Dipaksakan Saat Pandemi
Ilustrasi PLTU. (Antara/Eric Ireng)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Trend Asia bersama Walhi Jakarta dan Pena Masyarakat meluncurkan laporan berjudul 'Racun Debu di Kampung Jawara' yang berisi tentang analisis risiko proyek pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 di Cilegon, Banten.

Laporan ini sekaligus mengekspos, bagaimana komitmen baru partai pendukung Presiden Korea Selatan Moon Jae In untuk mengurangi emisi dan laju pemanasan global melalui Green New Deal tidak relevan karena masih mendukung kebijakan investasi kotor di luar negeri.

Beberapa hari lagi, KEPCO, salah satu lembaga pendana dari perusahaan listrik Korea Selatan akan mengadakan rapat untuk memutuskan kelanjutan pendanaan proyek Jawa 9 dan 10. Sebelumnya, studi kelayakan bisnis proyek ini menemukan bahwa proyek tersebut bukan investasi yang menguntungkan.

KEPCO mencari persetujuan Dewan untuk proyek Jawa 9 dan 10 meskipun KDI telah berulang kali memperingatkan bahwa proyek ini memiliki profitabilitas negatif dalam studi pra-kelayakan.

Baca Juga: Ribuan Ubur-ubur Penuhi Perairan PLTU Paiton, Listrik Diklaim Aman

"Jika KEPCO bersikeras untuk mengejar proyek ini, maka akan menghasilkan kerugian yang signifikan, tidak hanya untuk KEPCO, tetapi juga mitranya di Indonesia serta investor keuangan dari proyek tersebut,” ungkap Director of Overseas Coal Program Solutions for Our Climate Sejong Youn pada Selasa (23/6/2020).

Pengamat Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Elrika Hamdi mengatakan, saat ini semua tahu bahwa PLN terus mengalami kerugian keuangan dan masih bergantung pada subsidi pemerintah. Dalam kondisi depresi seperti sekarang, seharusnya PLN melakukan introspeksi agar keuangannya lebih sehat.

Ia mempertanyakan, apa jadinya jika PLN terkunci dengan kewajiban untuk memenuhi pembayaran kapasitas beban dasar dari IPP tanpa memiliki permintaan yang disyaratkan, sementara PLN tidak memiliki kemampuan untuk menaikkan tarif?

"Apa yang akan terjadi jika pemerintah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan arus kas PLN, mengingat defisit fiskal kita telah melebar lebih dari dua kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya?” ujarnya.

Selain tak sehat secara bisnis, proyek ini tentu saja menambah kerentanan masyarakat yang hidup dalam bayang persoalan limbah industri dan pandemi Covid-19. Polusi udara yang dihasilkan oleh corong PLTU itu berdampak luas bagi warga Banten hingga Jakarta.

Baca Juga: Imbas Corona, Gorontalo Utara Tolak Pekerja PLTU Asal Jabar dan Sumsel

Kehadiran proyek tersebut, tentu akan sangat menghimpit ruang hidup masyarakat dan menurunkan daya tahan warga dalam menghadapi situasi seperti sekarang ini.

Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menegaskan, saat ini, PLTU yang telah berdiri di Banten sudah memperlihatkan berbagai dampak bagi lingkungan hidup dan memengaruhi sumber kehidupan manusia.

“Menambah PLTU sama dengan memperparah keadaan lingkungan hidup. Pilihan ini juga mengesampingkan desakan publik agar negara segera beralih ke energi bersih terbarukan yang adil berkelanjutan, melalui transisi yang berkeadilan. Artinya mendanai proyek PLTU sama saja mensponsori pengrusakan lingkungan,” katanya.

Periset dan Pengampanye Trend Asia Andri Prasetiyo menambahkan, tujuan pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 ini patut dipertanyakan. Proyek ini jelas tak strategis, sebab ketersediaan listrik di Pulau Jawa sudah kelebihan pasokan.

Saat ini, PLTU Jawa 9 10 menjadi mega proyek investasi yang tidak strategis dan tidak relevan. Proyek ini akan membawa dampak lingkungan, ekonomi, dan kesehatan masyarakat yang teramat besar kedepan.

"Langkah paling menguntungkan saat ini justru adalah segera meninjau ulang dan mengambil keputusan akhir untuk membatalkan,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI