Relawan Perempuan Jadi Salah Satu Kunci Sukses Thailand Tangani COVID-19

ABC Suara.Com
Selasa, 23 Juni 2020 | 05:36 WIB
Relawan Perempuan Jadi Salah Satu Kunci Sukses Thailand Tangani COVID-19
[ABC News Australia].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di tengah banyak negara yang kesulitan menangani pandemi COVID-19, Thailand menjadi satu dari sedikit negara yang berhasil sejauh ini.

Pencapaian ini boleh disebut luar biasa, karena di bulan Januari lalu, Thailand menjadi negara pertama di luar China yang melaporkan adanya kasus corona.

Thailand bersama dengan Laos, Kamboja, Myanmar dan Vietnam memiliki jumlah kasus yang relatif kecil, meski memiliki jumlah penduduk yang padat dan berbatasan langsung dengan China.

Tanarak Plipat, Wakil Direktur Jenderal Departemen Penanganan Penyebaran Penyakit, sekaligus pejabat tertinggi yang menangani virus corona, mengatakan Thailand termasuk dalam kategori tinggi karena banyaknya turis yang datang dari China.

Baca Juga: Pakar: Gelombang Kedua Covid-19 di Korea Selatan Datang Lebih Cepat

"Mereka berpikiran kami adalah negeri paling berisiko karena begitu banyaknya turis dari Hubei yang melakukan perjalana ke Thailand," kata Dr Plipat.

Tim sukarelawan perempuan menjadi kunci sukses Thailand Relawan kesehatan desa seperti Aksorn Boosamsai membantu meningkatkan kesadaran soal COVID-19 di Thailand.

Bulan Maret lalu, Thailand menyatakan keadaan darurat dan meminta warga tidak keluar rumah dan jam malam diberlakukan.

Kegiatan bisnis diperintahkan untuk berhenti dan banyak kekhawatiran mengenai virus yang menyebar dengan cepat tersebut.

Namun bukannya tinggal di rumah, seorang relawan Aksorn Boosamsai malah pergi mengunjungi Klong Toey, salah satu perkampungan paling kumuh di Bangkok.

Baca Juga: Buka Kembali, Museo Storico Alfa Romeo Pilih Hari Bersejarah Ini

"Saya takut, namun saya pikir membantu komunitas adalah salah satu tugas saya," kata perempuan berusia 52 tahun tersebut kepada ABC.

Aksorn adalah satu dari relawan yang pada umumnya perempuan dan sudah dibekali dengan pengetahuan kesehatan mendasar.

Relawan kesehatan mengenakan masker dan pelindung wajah sebelum mengunjungi rumah warga guna mencegah penyebaran corona di provinsi Ang Thong.

Mereka membantu menemukan kasus COVID-19, membawa mereka yang memilik gejala untuk dites, serta meluruskan berbagai informasi yang tidak benar mengenai virus corona.

"Selama masa puncak bulan Maret dan April, saya mengunjungi komunitas setiap hari," kata Aksorn, sambil menambahkan ia memastikan dirinya sudah dilengkapi dengan APD.

"Saya memberikan mereka masker, hand sanitizer, dan mengajar warga bagaimana mencuci tangan," katanya.

Para relawan ini memainkan peran penting karena sejauh ini kasus di Thailand hanya sekitar 3 ribu orang dengan jumlah kematian 58 orang.

Membantu mengawasi karantina Aktor Matthew "Deane" Chanthavanij yang terkena COVID-19 di bulan Maret kemudian menyumbangkan plasma darahnya setelah dia sembuh untuk membantu pasien lain.

Selain itu, para relawan yang kebanyakan perempuan membantu mengawasi karantina terhadap mereka yang melakukan perjalanan antar provinsi atau baru kembali dari luar negeri.

Mereka juga mengunjungi kawasan yang berpotensi menjadi sumber penularan termasuk penjara, komunitas di daerah perbatasan, dan juga para migran, dan memberikan informasi kesehatan kepada warga lokal.

James Wise, mantan Dubes Australia untuk Thailand dan penulis buku Thailand: History, Politics and the Rule of Law, mengatakan Relawan Kesehatan Desa ini memainkan peran "yang sangat penting".

"Relawan bekerja erat dengan komunitas lokal dan ketika virus corona muncul, para relawan dengan cepat bisa dibekali informasi, kemudian dikerahkan untuk menyampaikan informasi, mengoreksi informasi yang keliru, dan mengecek gejala yang ada," kata James.

Pada awalnya penanganan virus corona di Thailand tidaklah juga sempurna, yang pada awalnya tidak menutup penerbangan internasional.

Thailand menerima sekitar 13 juta turis asal China setiap tahunnya dan Pemerintahnya mendapat tuduhan di media sosial karena dianggap lebih mementingkan turis dibandingkan kesehatan warga.

Timbul juga kemarahan ketika sebuah pertandingan tinju asal Thailand, Muay Thai digelar di stadion tertutup Lumpini di Bangkok tanggal 6 Maret menyebabkan lebih dari 100 orang tertular virus corona.

Pada awalnya ada ketidakjelasan di Thailand mengenai persediiaan masker, aturan karantina dan juga pembatasan berkenaan dengan lock down.

"Thailand sudah berhasil dengan baik dalam masalah penanggulangan kesehatan. Saya kira berbagai langkah keliru itu tidak menimbulkan masalah serius," tambah James

Faktor budaya bantu menghentikan penularan Thailand dengan cepat menerapkan social distancing ketika pandemi terjadi, dengan supermarket melakukan pengecekan suhu sebelum warga boleh masuk berbelanja.

Yang membantu Thailand dalam menangani virus corona adalah pengalaman sebelumnya dalam menangani wabah SARS dan MERS. Tapi ini bukan satu-satunya alasan.

"Kami memiliki sistem kesehatan publik yang sangat kuat, dan di bulan pertama kami berhasil melakukan dua hal penting," jelas Dr Plipat.

Dr Plipat mengatakan ada juga "kerjasama yang baik" dari masyarakat, yang semuanya menaati aturan, dan mengikuti petunjuk dari pemerintah.

Mantan dubes James Wise menambahkan sistem layanan kesehatan publik membuktikan kekuatan di Thailand, selain dibantu faktor budaya.

Thailand sedang mempertimbangkan untuk mengijinkan 1.000 turis masuk setiap hari tanpa harus menjalani karantina.

"Warga Thailand dengan cepat pakai masker, bila merasa tidak sehat atau merasa akan tertular," kata Wise.

"Ketika orang Thailand saling menyapa, mereka tidak berjabat tangan, mereka tidak saling cium pipi. Mereka hanya mensedekapkan tangan di dada dan menunduk."

"Jadi mereka sudah melakukan social distancing sebelumnya dalam kehidupan sehari-hari."

Dr Plipat mengatakan tujuan dari petugas kesehatan sekarang adalah melakukan pemantauan secara aktif terhadap keberadaan virus.

Termasuk mengecek mereka yang mungkin memiliki gejala COVID-19, bahkan dengan gejala yang sangat ringan sekalipun.

"Sekarang ini kami melakukan tes terhadap lebih dari 7 ribu orang setiap hari, atau sekitar 50 ribu orang per minggu," kata Dr Plipat.

"Bagi saya, ini jumlah yang cukup memadai, meski yang lain ingin agar kami melakukan lebih banyak tes lagi

Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di dunia lewat situs ABC Indonesia

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI