Waspadai Gelombang Kedua COVID-19, Eropa Latih Pasukan Medis

Syaiful Rachman Suara.Com
Senin, 22 Juni 2020 | 19:25 WIB
Waspadai Gelombang Kedua COVID-19, Eropa Latih Pasukan Medis
Petugas medis merawat pasien virus corona di Italia. (Foto: AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Negara-negara Eropa menggalakkan kursus kilat penanganan pasien COVID-19 bagi petugas medis, dan tengah berupaya melatih staf guna menghindari kekurangan tenaga kesehatan jika gelombang kedua virus corona terjadi.

Beberapa ahli perawatan intensif berusaha merekrut staf yang lebih permanen. Sedangkan lainnya ingin membuat "pasukan" cadangan profesional medis yang siap ditempatkan di mana pun untuk bekerja di bangsal dengan pasien kondisi parah.

"Kami membutuhkan pasukan kesehatan," kata Maurizio Cecconi, presiden terpilih Masyarakat Eropa untuk Perawatan Intensif (ESICM).

Cecconi, yang mengepalai departemen perawatan intensif di rumah sakit Humanitas di Milan, mengatakan staf medis harus lebih fleksibel dalam pekerjaan yang mereka lakukan, dan lebih banyak bergerak.

Baca Juga: Pernikahan Berujung Petaka: Ibu mempelai Meninggal, 30 Tamu Positif Corona

Tekanan emosional yang dirasakan staf medis kerap terlampau berat. [Paolo Miranda/BBC]
Tekanan emosional yang dirasakan staf medis kerap terlampau berat. [Paolo Miranda/BBC]

"Jika ada gelombang besar lain, kita harus siap untuk mengerahkan dokter dan perawat dari daerah terdekat di Italia. Ini tidak banyak terjadi pada gelombang pertama," ujar Cecconi kepada Reuters.

Banyak negara yang tidak siap menghadapi pandemi COVID-19 pada Maret dan April lalu. Hal itu pun dijadikan pelajaran penting untuk bergerak cepat melatih petugas medis dalam menangani pasien dengan kasus penyakit parah, juga meningkatkan jumlah tenaga medis terlatih untuk menggantikan mereka yang tumbang ketika menjalankan tugas di garda terdepan.

Ketika pandemi merebak, karena tidak siap, sejumlah negara di Eropa mengerahkan mahasiswa kedokteran dan pensiunan dokter untuk membantu di ruang perawatan intensif.

Negara-negara yang paling terpukul oleh pandemi itu harus menyediakan lebih banyak tempat tidur dan peralatan penting untuk unit perawatan intensif, dan beberapa negara membangun rumah sakit baru.

Italia melaporkan hampir 800 kematian akibat virus corona pada hari Sabtu (21/03) dan 651 pada Minggu (22/03), yang membuat jumlah korban selama sebulan terakhir mencapai 5.476. Ini adalah kematian yang tertinggi di dunia. [Paolo Miranda/BBC]
Italia melaporkan hampir 800 kematian akibat virus corona pada hari Sabtu (21/03) dan 651 pada Minggu (22/03), yang membuat jumlah korban selama sebulan terakhir mencapai 5.476. Ini adalah kematian yang tertinggi di dunia. [Paolo Miranda/BBC]

Namun masalah dan kekurangan masih ada. Organisasi masyarakat perawatan intensif Italia, SIAARTI, menilai pemerintah Italia harus meningkatkan 50 persen jumlah ahli anestesi, ahli resusitasi, dan tenaga medis lain yang telah bekerja di unit perawatan intensif.

Baca Juga: Kasus Virus Corona di Malaysia Sudah Lebih dari 8.500

Di seluruh Eropa, rumah sakit telah melatih kembali ahli bedah, ahli jantung, dokter penyakit dalam, dan perawat dari departemen lain, dan telah menugaskan mereka ke unit perawatan intensif bila diperlukan.

Jozef Kesecioglu, presiden ESICM dan kepala perawatan intensif di Pusat Medis Universitas Utrecht, Belanda, mengatakan banyak yang menghadiri kursus kilat tentang cara menangani pasien COVID-19.

"Kami memberi mereka pekerjaan dengan tanggung jawab yang ringan, seperti membasuh pasien, membalikkan pasien, memeriksa paru-paru, atau melihat hasil pindaian," kata Kesecioglu kepada Reuters.

"Spesialis perawatan intensif melakukan pekerjaan yang paling rumit, seperti menangani tabung di tenggorokan pasien atau menyesuaikan ventilator mekanis," sambungnya.

Dia berencana untuk memanggil kembali orang yang sama untuk menawarkan mereka lebih banyak pelatihan.

Dalam keadaan normal, pekerja perawatan intensif menjalani pelatihan bertahun-tahun, namun Kesecioglu mengatakan "kita tidak harus menunggu sampai gelombang baru datang, kita harus memberi mereka pelatihan reguler."

Belanda sedang berusaha merekrut lebih banyak pekerja terampil dan berharap untuk mempersempit kesenjangan struktural dalam tenaga perawatan intensif, kata Erasmus Medical Center Rotterdam, salah satu rumah sakit universitas terbesar di Eropa.

SIAARTI mengatakan mahasiswa kedokteran yang mengambil spesialisasi perawatan intensif harus diintegrasikan sepenuhnya ke bangsal selama dua tahun terakhir dari lima tahun pelatihan mereka.

Komisi Eropa, eksekutif Uni Eropa, mendanai transfer staf medis lintas batas ke negara-negara yang paling terkena dampak pada puncak krisis corona.

Pada April, tim dokter dikirim dari Norwegia dan Rumania ke Italia.

Tetapi percobaan telah gagal mengumpulkan banyak dukungan, dan Cecconi mengatakan memindahkan dokter dari satu negara ke negara lain "harus menjadi pilihan tetapi bukan pilihan pertama," karena hambatan bahasa mungkin membuat mereka kurang efektif. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI