Suara.com - Setidaknya satu persen penduduk dunia atau 79,5 juta orang melarikan diri dari konflik bersenjata maupun persekusi di kampung halaman mereka pada 2019.
Di Indonesia, pada periode waktu yang sama, jumlah pengungsi diperkirakan mencapai sekitar 13.000 orang.
Sebagian dari mereka adalah orang muda yang berharap masih berpeluang membangun masa depan cerah.
Namun sebagian dari pengungsi muda itu juga mengaku putus asa karena 'bisa makan setiap hari' saja merupakan hal mewah bagi mereka.
Baca Juga: Keren, Teknologi Ford Co-Pilot360 Kini Dilengkapi Fitur Hands-Free
Semua manusia boleh bermimpi setinggi langit, termasuk pengungsi yang tengah hidup tak menentu, jauh dari tanah air.
Itu dikatakan Abdul Kadir Boor, seorang pengungsi asal Somalia yang sejak 2018 tinggal di Indonesia.
Tiga tahun lalu Abdul meninggalkan negaranya yang berkecamuk konflik keamanan, akibat aktivitas kelompok teror Al Shabaab hingga tingkat kriminalitas yang tinggi.
Sebagian anggota keluarganya, kata Abdul, tewas dalam serangan teror, termasuk ayahnya. Tak ingin bernasib sama, bersama istri dan tiga anaknya, Abdul hijrah ke Indonesia.
Mereka datang bukan untuk menetap, melainkan transit sembari menanti peluang ditempatkan secara permanen ke negara penerima suaka oleh badan PBB untuk urusan pengungsi, UNHCR.
Baca Juga: Kendaraan Pribadi Jadi Taksi Online? Waspadai Asuransi Mobil Bisa Gugur
"Masa depan yang baik adalah mimpi semua orang. Saya bermimpi suatu hari anak saya bisa jadi anggota parlemen atau bahkan menteri, seperti beberapa pengungsi asal Somalia di Amerika Serikat dan Kanada," ujarnya.