Suara.com - Demi meningkatkan pengaturan alur laut di Selat Sunda dan Selat Lombok, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menegaskan bahwa kapal-kapal yang berlalu lintas di Traffic Seperation Scheme (TSS) di kedua lokasi itu tidak dikenakan biaya apapun. TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok segera diimplementasikan mulai 1 Juli 2020.
Selat Sunda dan Selat Lombok merupakan kawasan lalu lintas laut yang padat, yang mana keselamatan, keamanan pelayaran, dan perlindungan lingkungan maritim di kedua selat harus mendapat perhatian utama.
Kapal yang melakukan navigasi atau pelayaran internasional yang melintas di wilayah laut kepulauan Indonesia, terutama pada jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), telah diatur dalam hukum internasional dan perundang-undangan nasional.
Ketentuan tersebut diatur dalam Konvensi Hukum Laut Internasional atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan.
Baca Juga: Kemenhub Pastikan Masih Pakai SIKM Untuk Izin Keluar-Masuk Ibu Kota
"Kapal-kapal yang melakukan hak lintas alur laut kepulauan harus melintas secepat mungkin tanpa berhenti, dan tidak boleh dihalang-halangi oleh negara pantai. Lebih lanjut, dalam UNCLOS juga diatur bahwa kapal asing yang melintas laut wilayah suatu negara tidak boleh dikenakan biaya atas perlintasan tersebut," jelas Direktur Kenavigasian, Hengki Angkasawan, di Jakarta, Sabtu (20/6/2020).
Menurutnya, dalam UNCLOS juga diatur bahwa biaya hanya dapat dikenakan pada kapal asing yang melintas laut teritorial sebagai pembayaran atas layanan tertentu yang diberikan kepadanya.
Pelayanan tertentu tersebut, misalnya layanan pemanduan kapal secara sukarela (voluntary pilotage service/VPS), layanan jasa pertukaran awak kapal, bunkering bahan bakar dan air bersih, provision store dan garbage management, maupun underwater maintenance and repair.
"Pengenaan biaya-biaya tersebut, tentunya dilakukan sesuai aturan perundang-undangan dan besarannya telah ditetapkan dalam peraturan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Biaya seperti ini akan dibebankan kepada semua kapal yang menerima layanan tanpa diskriminasi," imbuh Hengki.
Ia menilai, terkait wacana pengembangan jasa kemaritiman di Selat Sunda dan Selat Lombok masih perlu dikaji lebih lanjut baik dari aspek bisnis, tata ruang, keselamatan dan keamanan pelayaran.
Sebagaimana diketahui, TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok segera diimplementasikan mulai 1 Juli 2020. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki TSS melalui pengesahan oleh International Maritime Organization (IMO) di dalam ALKI I dan ALKI II.
Baca Juga: Kemenhub Terbitkan Permenhub Nomor 41, SIKM Jakarta Tetap Berlaku
Ini merupakan prestasi Indonesia, khususnya Kemenhub yang telah berjuang mengusulkan proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok tersebut selama lebih dari 2 tahun, agar dapat diterima oleh negara-negara anggota IMO.