"Pengenaan biaya-biaya tersebut, tentunya dilakukan sesuai aturan perundang-undangan dan besarannya telah ditetapkan dalam peraturan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Biaya seperti ini akan dibebankan kepada semua kapal yang menerima layanan tanpa diskriminasi," imbuh Hengki.
Ia menilai, terkait wacana pengembangan jasa kemaritiman di Selat Sunda dan Selat Lombok masih perlu dikaji lebih lanjut baik dari aspek bisnis, tata ruang, keselamatan dan keamanan pelayaran.
Sebagaimana diketahui, TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok segera diimplementasikan mulai 1 Juli 2020. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki TSS melalui pengesahan oleh International Maritime Organization (IMO) di dalam ALKI I dan ALKI II.
Ini merupakan prestasi Indonesia, khususnya Kemenhub yang telah berjuang mengusulkan proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok tersebut selama lebih dari 2 tahun, agar dapat diterima oleh negara-negara anggota IMO.
Baca Juga: Kemenhub Pastikan Masih Pakai SIKM Untuk Izin Keluar-Masuk Ibu Kota