Pemerintah China sendiri sudah menolak tuduhan ikut terlibat dalam serangan siber teranyar terhadap Australia. Namun pakar keamanan meragukan Canberra bisa menindaklanjuti serangan tersebut, lantaran sifatnya yang memakan waktu dan jika diungkap ke publik, bisa semakin memanaskan situasi antara kedua negara.
Serangan siber terbaru ini diyakini didesain dengan menggunakan teknik "Copy-Paste," di mana pelaku meniru sepenuhnya "kode yang sudah teruji" dan "web shell" yang diambil dari open source.
Teknik Serangan Tidak Istimewa
Namun berbeda dengan pernyataan Morrison, pakar keamanan siber menilai serangan tersebut sama sekali tidak canggih, karena hanya menggunakan teknik yang sudah dikenal luas.
Baca Juga: Sentimen Nasionalisme Bumbui Konflik India dan China di Perbatasan
Kepada harian Inggris The Guardian, Guru Besar Keamanan Siber di University of New South Wales, Australia, Richard Buckland, mengatakan "Saya tidak melihat sesuatu yang super rahasia atau sangat gelap. Mereka menggunakan teknik yang sudah dikenal untuk menyerang celah keamanan yang juga sudah diketahui, melalui proses yang umum."
PM Morrison meyakinkan tidak ada data pribadi yang bocor dan kebanyakan serangan siber berujung gagal.
"Serangan-serangan ini bukan sebuah risiko yang sama sekali baru, tapi risiko yang sangat spesifik," ujarnya.
"Kami mendorong semua organisasi, terutama di bidang kesehatan, infrastruktur kritis dan layanan jasa esensial, agar melakukan konsultasi dengan pakar keamanan, serta menerapkan teknologi pertahanan siber yang baik."
Sementara itu, menurut mantan pejabat dinas rahasia Australia yang kini bekerja untuk lembaga pemikir Lowy Institute, Ben Scott, pernyataan PM Australia Scott Morrison yang cenderung bernada ambigu ihwal asal usul serangan difahami sebagai sesuatu yang disengaja.
Baca Juga: Rel Kereta Api yang Menghubungkan China dengan Laos Resmi Dipasang
"Tuduhan bersifat publik, atau ancaman untuk melakukannya, adalah sebuah peringatan dan upaya untuk menakut-nakuti musuh," kata dia.