Sentimen Nasionalisme Bumbui Konflik India dan China di Perbatasan

Rizki Nurmansyah Suara.Com
Sabtu, 20 Juni 2020 | 09:40 WIB
Sentimen Nasionalisme Bumbui Konflik India dan China di Perbatasan
Danau Pangong Tso di Aksai Chin, Tibet. [DW]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Insiden berdarah di Lembah Galwan menempatkan pemerintah India dalam posisi tak sedap. Setelah menyatakan bakal membantu meredakan ketegangan di perbatasan India-China, Perdana Menteri Narendra Modi kini didesak partai oposisi untuk mengambil langkah tegas.

Langgam nasionalisme kini semakin lantang disuarakan terhadap pemerintah di New Delhi, India.

Perdana Menteri Negara Bagian Punjab, Amarinder Singh, menuntut India menunjukkan reaksi yang lebih tegas terhadap 'provokasi China'.

"Serdadu India selayaknya diajarkan agar mengetahui jika mereka membunuh salah seorang di antara kita, kita harus membunuh tiga orang dari mereka," katanya seperti dilansir Indian Express.

Baca Juga: Setelah Bentrok, China Akhirnya Lepaskan 10 Tentara India

Desakan senada juga dilayangkan bekas Presiden Kongres Nasional India, Rahul Gandhi, melalui akun Twitter-nya.

Dia meyakini insiden di lembah Galwan sudah direncanakan oleh China dan pemerintah India 'tertidur' dan 'menyangkal' masalah di perbatasan, tulisnya via Twitter.

Sebanyak 20 serdadu India tewas dalam baku hantam pasukan China, tanpa ada satupun peluru yang meletus. Berdasarkan foto yang beredar, tentara China antara lain menggunakan tongkat yang dipasangi paku ketika bentrok dengan serdadu India.

Pasca insiden, para serdadu yang tewas dimakamkan dengan prosesi militer dan dielu-elukan sebagai martir oleh sejumlah politisi dan pejabat pemerintah India.

Ketegangan teranyar diyakini antara lain dipicu oleh derasnya proyek pembangunan infrastruktur perbatasan oleh India.

Baca Juga: Sengketa India-China: Mengapa Lembah Sungai Galwan Diperebutkan?

China sejauh ini membisu ihwal jumlah korban di pihaknya. Militer India sebelumnya mengklaim korban jatuh di kedua belah pihak.

Selain itu, India juga menuding bahwa China menyandera sejumlah serdadunya. Klaim tersebut dibantah Kementerian Luar Negeri China.

"China tidak menahan personel militer India," kata Juru Bicara Kemenlu, Zhao Lijian, mengomentari laporan media-media India yang mengutip seorang sumber di pemerintah perihal pemulangan 10 orang serdadu oleh China.

Zhao sebaliknya menilai bahwa sudah jelas siapa yang benar dan salah, dan tanggung jawabnya kini berada sepenuhnya di tangan India.

Dia menambahkan kedua negara kini menggiatkan kanal diplomatik untuk menyelesaikan konflik India-China di perbatasan.

"Saya harap India bisa bekerjasama dengan China merawat perkembangan jangka panjang hubungan bilateral kedua negara," pungkasnya.

Bibit Konflik di Perbatasan

Baku hantam di Lembah Galwan adalah insiden paling mematikan dalam lima dekade terakhir, sejak kedua negara menyepakati Garis Kontrol Aktual (LAC) di antara Kashmir dan Aksai Chin, September 1962.

LAC lahir sebagai warisan Perang Sino-India yang pecah antara lain sebagai buntut pendudukan Tibet oleh Cina. India saat itu banyak menampung pengungsi asal Tibet, termasuk Dalai Lama.

Ketegangan memuncak ketika PM Jawaharlal Nehru menggiatkan militer di perbatasan. Agresi militer China saat itu memaksa India menarik mundur pasukan di Aksai Chin hingga ke wilayah yang kini disepakati sebagai LAC.

Setelah mendeklarasikan gencatan senjata sepihak, China menguasai wilayah seluas 39.000 km persegi itu secara de facto.

Ironisnya, serupa dengan insiden di tahun 2020, Perang Sino-India di masa lalu juga antara lain diawali oleh insiden baku hantam antara kedua anggota pasukan.

China hingga kini masih mempertahankan klaim teritorial atas wilayah seluas 90.000 km persegi di negara bagian Arunachal Pradesh di India. Oleh Cina, kawasan itu dinamakan Tibet Selatan. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI