Sering Ditolak Warga, Tim Pakar Gugus Tugas Jelaskan Pentingnya Rapid Tes

Jum'at, 19 Juni 2020 | 16:29 WIB
Sering Ditolak Warga, Tim Pakar Gugus Tugas Jelaskan Pentingnya Rapid Tes
Suasana saat tes cepat massal di hari ke-14 yang digelar di halaman Gedung Juang 45 Surabaya, Kamis (11/06/2020) [ANTARA/HO/FA].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Prof. Drh. Wiku Adisasmito meminta masyarakat agar tidak takut dengan tenaga kesehatan yang akan melakukan rapid test. Apalagi sampai menolak dilakukan rapid test.

Rapid test adalah salah satu cara pencegahan penyebaran virus corona yang dilakukan pemerintah untuk screening atau contact tracing bagi orang yang memiliki riwayat kontak erat dengan penderita.

"Itulah yang seharusnya dites apakah yang bersangkutan terinfeksi atau tidak, bahkan menggunakan rapid test, seandainya hasilnya negatif nanti 7-10 hari lagi harus diulang, jadi tidak semua orang harus dites," kata Wiku dari Kantor BNPB, Jakarta, Jumat (19/6/2020).

Rapid test ini, kata Wiku harus dilakukan secara berkala untuk mendeteksi seseorang sudah terinfeksi atau tidak.

Baca Juga: Jogja Gencarkan Rapid Test Acak, Pekan Depan ke Kafe dan Restoran

"Harus diulang karena fungsinya rapid tes sekarang itu rapid tes antibodi, jadi melihat apakah yang bersangkutan itu sudah muncul antibodinya, pada saat diperiksa pertama bisa jadi antibodinya belum muncul di dalam tubuhnya, maka diulang lagi, kalau sudah 7-10 hari diperiksa lagi dan antibodinya tidak terbentuk artinya dia negatif (non-reaktif)," jelasnya.

Jika seseorang dinyatakan reaktif virus corona maka orang tersebut wajib melanjutkan ke pengambilan spesimen lendir hidung dan mulut (swab test) untuk diperiksa mengunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).

Proses pemeriksaan ini bisa memakan waktu 2-3 hari, sehingga seorang reaktif corona itu wajib mengisolasi diri membatasi interaksi sosial di lingkungannya.

"Mereka harus isolasi, isolasinya bisa isolasi mendiri di rumah tidak pergi kemana-mana, atau kalau ada fasilitas publik yang bisa digunakan isolasinya disitu," lanjut Wiku.

Sebelumnya terjadi beberapa penolakan dari kelompok masyarakat di berbagai daerah karena takut rapid test justru mengisolasi dirinya sehingga tidak bisa bekerja dan mengurangi pendapatan ekonomi.

Baca Juga: Tiap Mau Rapat dengan Jokowi di Istana, Para Menteri Harus Rapid Test

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI