Disebut Pakai Lambang Nazi, Iklan Kampanye Donald Trump Dihapus Facebook

Jum'at, 19 Juni 2020 | 15:59 WIB
Disebut Pakai Lambang Nazi, Iklan Kampanye Donald Trump Dihapus Facebook
Ilustrasi Facebook.[Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Facebook telah menghapus iklan kampanye Donald Trump yang menampilkan simbol Nazi Jerman.

Menyadur BBC News pada Jumat (19/6/2020), perusahaan milik Mark Zuckerberg mengatakan iklan Donald Trump tersebut mengandung segitiga merah terbalik mirip dengan yang digunakan oleh Nazi untuk melabeli lawan seperti komunis.

Facebook mengatakan iklan Donald Trump melanggar kebijakannya yang dianggap mengandung kebencian yang terorganisir.

"Kami tidak mengizinkan simbol yang mewakili organisasi yang penuh kebencian atau ideologi yang penuh kebencian kecuali jika mereka dihadapkan dengan konteks atau kecaman," kata kepala kebijakan keamanan jaringan sosial, Nathaniel Gleicher dikutip dari BBC News.

Baca Juga: Facebook Berdayakan Pengembang Teknologi di Indonesia Timur

"Itulah yang kami lihat dalam kasus iklan ini, dan di mana pun simbol itu digunakan, kami akan mengambil tindakan yang sama." tambah Gleicher.

Iklan tersebut diposting di situs halaman milik Presiden Trump dan Wakil Presiden Mike Pence, dan telah menerima ratusan ribu tampilan sebelum mereka diturunkan.

"Segitiga merah terbalik adalah simbol yang digunakan oleh antifa, jadi itu dimasukkan dalam iklan tentang antifa," ujar Tim Murtaugh, juru bicara kampanye Trump.

"Kami akan mencatat bahwa Facebook masih memiliki emoji segitiga merah terbalik yang digunakan, yang terlihat persis sama," tambahnya.

Trump baru-baru ini menuduh antifa sebagai dalam kerusuhan yang terjadi selama protes kematian George Floyd. Bahkan Trump sampai memasukkan antifa ke dalam daftar teroris.

Baca Juga: Facebook Pecat Karyawan yang Kritik Mark Zuckerberg

Presiden Trump mengatakan bahwa ia akan menunjuk kelompok anti-fasis sebagai "organisasi teroris domestik", meskipun para ahli hukum telah mempertanyakan wewenangnya untuk melakukannya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI