Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya potensi kerugian keuangan negara dalam program pemerintah terkait kartu prakerja.
Potensi kerugian negara didapat setelah KPK melakukan kajian, bahwa metode pelatihan dalam program tersebut dilakukan secara daring sangat tidak efektif.
"Metode pelaksanaan program pelatihan berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara," ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dalam kajian program kartu prakerja melalui daring, Kamis 18/6/2020).
Diketahui, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan perpres Nomor 36 Tahun 2020 Tentang Program Kartu Pra Kerja yang ditandanganinya pada 26 Februari 2020.
Baca Juga: Arsul Sani : Skema Pelatihan Kartu Pra Kerja Bisa Jadi Kasus Hukum
Dalam situasi pandemi covid-19, progam tersebut diharapkan menjadi instrumen untuk penyaluran bantuan sosial. Program ini memiliki anggaran mencapai Rp 20 Triliun dengan target peserta mencapai 5.6 juta orang.
Dimana, komposisi nilai intensif pasca pelatihan lebih besar dari nilai bantuan pelatihan. Adapun rincian total insentif pasca pelatihan sebesar Rp 2.400 ribu per-orang, intensif survei kebekerjaan sebesar Rp 150 ribu per orang, dan bantuan pelatihan sebesar Rp 1 juta perorang.
Alex menyebut tidak efektifnya pelatihan kartu pra kerja dengan metode daring. Lantaran ditemukan sejumlah fakta bahwa tak adanya kontrol untuk semua peserta menyelesaikan semua pelatihan.
Dimana, dari 1.895 pelatihan yang tayang dalam Program Kartu Prakerja, hanya 24 persen atau 457 pelatihan yang memenuhi syarat sebagai materi pelatihan. Kemudian, hanya 55 persen atau 457 pelatihan yang dapat diberikan secara daring.
"Dari 327 sampel pelatihan ditemukan 89 persen dari sampel pelatihan tersebut atau 291 pelatihan tersedia secara gratis di internet," ungkap Alexander
Baca Juga: Komisi VIII : Kartu Pra Kerja Dibutuhkan Masyarakat Saat Pandemi Covid-19
Selanjutnya, kata Alexander, lembaga pelatihan sudah menerbitkan sertifikat meskipun peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih.
"Peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta," ungkap Alexander
Maka itu atas temuan pelatihan program kartu pra kerja dianggap tak efisien, KPK merekomendasikan kepada lembaga pelatihan agar interaktif kepada seluruh peserta agar dapat menyelesiakan seluruh paket pelatihan.
Kemudian, manajemen pelaksanaan memperbaiki sistem untuk menjamin terlaksananya sistem pelatihan dan pembayaran insentif sesuai dengan Permenko Nomor 03 Tahun 2020.
Terkait konten pelatihan KPK juga merekomendasikan manajemen pelaksanaan harus menyusun kurasi materi pelatihan dalam bentuk petunjuk teknis dan harus melibatkan ahli yang kompeten seperti Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dalam penyusunan standar materi pelatihan dan sertifikasi pelaksanaan program.
"Pelaksana wajib memastikan bahwa materi pelatihan tidak tersedia secara gratis di internet," tutup Alex.